Langsung ke konten utama

Berkhidmah Pada Dosen?




Woks

Saya pernah ditanya santri tulen yang kebetulan menjadi khadam di sebuah pesantren. Aktivitasnya melayani kiai sudah dilakukan sejak pertengahan ia mondok. Hingga ia lulus tercatat hanya sebagai santri kluthuk alias tidak mengenyam pendidikan formal. Ia pun bertanya apakah kamu melakukan aktivitas yang sama menjadi khadam di dunia formal. Saya pun menjawab, ya. Dengan mantap mengatakan bahwa perkhidmatan di dunia manapun tetap ada dan tidak ada perbedaan.

Nampaknya teman saya tersebut ragu apakah berkhidmah misalnya pada dosen juga mendapat keberkahan seperti ala pesantren bersama kiai? Keraguannya sederhana bahwa dosen belum semua memiliki kewirai-an sehingga berkhidmah dengannya apakah sama halnya dengan kiai di pesantren.

Dengan pertanyaan bernada membandingkan itu saya hanya menghela nafas. Sejenak saya merenung seraya mencari titik temu bahwa khidmah itu tak pernah pandang status, posisi, jabatan maupun agama sekalipun. Berkhidmah intinya terletak pada kemurnian hati untuk membantu, berjuang, memberi, meluangkan, dan pastinya melayani. Saya yakin dengan begitu tidak ada istilah monopoli khidmah baik pada dosen maupun kiai.

Saya meyakini berkhidmah pada dosen sama berkahnya dengan kiai. Karena bagaimanapun juga seorang dosen adalah sosok aliman muta'aliman yang pastinya memiliki keberkahannya tersendiri. Toh jika soal pribadi yang zahid, wara' atau apapun itu yang jelas hanya persoalan hati. Kata Imam Ghazali jika persoalan hati siapa yang tahu, hanya Allah lah yang tahu.

Persoalan khidmah kepada siapa? tentu saya memiliki cerita bahwa mayoritas dosen kita di UIN juga tak luput dari pernah berkhidmah pada dosenya dulu. Mungkin ia berkhidmah dengan hal sepele misalnya membelikan nasi bungkus, membuatkan kopi atau sekedar menemani diskusi sambil rokokan. Bukankah esensi dari khidmah adalah barokah dan barokah itu sederhananya bertambah kebaikan. Maka dengan demikian perkhidmatan bukan soal kepada siapa, tapi pada apa yang telah kita berikan secara ikhlas. Poinnya adalah di keikhlasan. Insyaallah dengan tulus ikhlas sekalipun berkhidmah pada majikan dalam sebuah perusahaan maka kita akan mendapat berkahnya.

Terakhir, soal berkhidmah jadi ingat sebuah pesan dari guru saya. Bahwa khidmah itu jangan berharap apa-apa atau menjadi apa. Khidmah itu ya khidmah saja. Karena keberkahan itu jika diyakini ada pada siapa saja termasuk dosen. Dan keberkahan itu tidak tuli, tidak bisu, ia mampu membaca arah gerak hati kita. Berkhidmah dengan siapapun jika itu soal kebaikan maka Allah akan melipatgandakan. Yakinlah berkhidmah pada agama, ilmu, orang alim insyaallah jalan terang benderang akan kita dapati.[]

the woks institute l rumah peradaban 18/4/23

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...