Langsung ke konten utama

Catatan Rihlah Pantai Midodaren




Woko Utoro


Setelah pulang dari Mojokerto tepat pagi hari Ahad saya masuk ke sekolah. Kebetulan hari tersebut tanggal 1 Oktober yaitu bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila. Sejak awal di hari tersebut saya ingin hadir dalam acara haul akbar Kabupaten Tulungagung bersama majelis Al Khidmah. Tapi sayang Tuhan menghendaki lain. Selepas upacara seorang teman guru mengajak ke pantai. Katanya ajakan tersebut jarang-jarang dan bisa jadi ini terakhir.


Akhirnya saya pun mengiyakan dan mau bagaimana lagi inilah hidup harus memilih. Namun sebelum berangkat ke pantai kami ditraktir sarapan pagi di warung pecel tidak jauh dari sekolah. Akhirnya selesai sarapan kami langsung bertolak ke selatan walaupun sempat berdebat soal arah tujuan. Awalnya kami ingin ke Pantai Gemah, atau Pantai Kedungtumpang dan akhirnya berlabuh ke Pantai Midodaren. Nama terakhir itulah yang sebenarnya saya sendiri asing dan belum pernah ke sana.


Singkat ceritas kami berempat berangkat ke sana berboncengan motor. Ke sana dengan semangat menembus cuaca panas dan jalanan berbatu gamping. Akhirnya sekitar 1,5 jam kami sampai di sana. Ternyata luar biasa memang pantainya bagus akan tetapi tiketnya lumayan mahal. Pantai Midodaren ini sekitar 1 kilo selatan PLTA Niyama.







Ada dua insiden yang saya alami ketika menuju ke pantai tersebut. Pertama saya kesulitan menghindari seorang bapak tua yang nylonong padahal petugas lalulintas berjaga. Akhirnya tanpa disengaja stir motor yang saya tumpangi menyentuh stik lampu patroli. Kedua ini yang lebih memilukan yaitu hampir saja saya hilang kendali. Karena jalanan menurun dan curam saya kesulitan mengoperasikan rem tangan. Akhirnya motor saya banting stir ke arah jalanan tanah. Akibat panik itulah akhirnya saya meminta seorang teman mengganti mengemudi. Jika saja pada saat itu saya benar-benar lalai mungkin kami sudah bablas. Untung saja nasib baik Allah berikan pada kami.


Hingga tiba di pantai kami langsung menikmati suasana dari sebuah gazebo. Sambil ngemil dan minum air putih kami juga bersenda gurau. Sebelum pulang kami sempatkan main air pantai yang begitu segar. Walaupun suasana terik panas begitu menyengat. Langsung saja selepas foto kami langsung bertolak untuk pulang. Tidak lupa kita mampir dulu di kedai Bakso Serut yang khas itu.[]


the woks institute l rumah peradaban 2/10/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...