Langsung ke konten utama

Tradisi Munggahan Masyarakat Sunda


Woks

Sejak kecil aku memang hidup di antara komunitas yang mayoritas orang Sunda. Saat menjelang ramadhan seperti sekarang ini tentu di Jawa mengenal istilah "megengan" atau "nyadran" yaitu sebuah tradisi untuk menyambut keagungan bulan ramadhan sebagai salah satu bulan yang mulia. Di daerah Sunda juga berkembang satu tradisi bernama "munggahan". Pertama kali aku mengerti tentang tradisi ini tentu dari bapak. Sebenarnya tradisi di manapun yang mirip seperti ini semua tujuanya sama yaitu menyambut bulan ramadhan dengan gembira. Berkaitan dengan itulah sebenarnya tradisi lokal hadir sebagai terjemah dari dawuh Kanjeng Nabi untuk menyambut bulan suci tersebut dengan penuh suka cita.

Munggahan yang ku pahami adalah berasal dari kata munggah yang berarti naik. Orang Sunda saat di akhir bulan ruwah (Sya'ban) sering sekali mengunjungi tempat-tempat tinggi seperti curug untuk sekedar plesiran. Makna lainya yaitu naik menghadap Allah dengan penuh suka cita. Karena orang-orang yakin bahwa syariat puasa adalah tentang ibadah individual dengan Tuhanya.

Secara praktek tradisi munggahan tersebut pertama adalah mengumpulkan sanak famili di rumah. Biasanya mereka akan masak menu yang berbeda dari hari-hari biasanya. Orang yang secara ekonomi ke bawahpun saat munggahan sebisa mungkin akan membuat jamuan istimewa. Karena secara psikologis mereka harus suka cita, sebab karena ramadhan satu tahun sekali mereka akan berusaha untuk menyambut tamunya dengan sebaik mungkin. Tamu ramadhan dan juga tamu anak-anak yang baru pulang dari merantau.

Kedua, di antara mereka keesokan harinya akan nyekar atau berziarah ke makam sanak keluarga yang telah berpulang. Bahasa mereka adalah sowan atau ngembang, berkirim doa bahwa alhamdulillah mereka membawa kabar gembira karena anak-anak telah berkumpul dan masih diberi nikmat untuk berjumpa dengan bulan puasa. Setelah semua usai mereka lalu persiapan untuk keesokan harinya berpuasa satu bulan penuh dengan perasaan bahagia.

Tradisi munggahan terutama terjadi saat H-2 sebelum puasa tiba. Terutama pas menyantap makanan, biasanya sejak siang sudah banyak jajanan yang berjajar rapi di meja tamu dan puncaknya ialah di malam hari. Terkait kapan waktu pelaksanaanya, biasanya orang-orang akan menyesuaikan sesuai dengan formasi keluarga. 

Menurut ku munggahan merupakan khazanah tradisi Islam yang berkembang di Nusantara khususnya dari tatar Sunda harus sebisa mungkin dijaga dan dilestarikan. Karena dalam tradisi ini kita dapati sebuah ajaran akan etos kekeluargaan dan kekerabatan yang sangat baik. Tradisi itu sebagai sebuah gambaran bahwa manusia adalah mahluk yang berbudaya. Sehingga tradisi yang baik bisa membedakan dengan mahluk lainya. Kita akan beragama sesuai dengan tuntutan bukan semau gue. Selamat menunaikan ibadah puasa 1441 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...