Langsung ke konten utama

Berkunjung ke Desa KKN




Woks

Saya jadi ingat Ganjar Pranowo KKN 1994 di Temanggung, 2019 ia mengunjungi desa KKNnya dengan status sebagai Gubernur Jateng. Sedangkan saya KKN 2018 di Sidomulyo Bakung Blitar, 2021 saya pun mengunjunginya dengan status bukan siapa-siapa. Tapi setelah saya pikir ternyata semua ini bukan soal status melainkan niat untuk terus menyambung silaturahmi dan me-recharge kenangan yang pernah tertinggal.

Ketika kemarin saya tiba di desa KKN, secara infrastruktur tidak ada yang berubah walaupun sudah 2 tahun lamanya. Yang berubah hanya beberapa saja seperti bangunan masjid, menara, madrasah hingga hilangnya papan nama petunjuk arah yang dulu kami buat. Suasana yang panas dan dipenuhi rimbunnya pohon kelapa masih menjadi sajian utama. Serta orang-orangnya yang ramah masih terasa hingga kini. Desa KKN memang telah banyak memberi kami pelajaran berharga maka tak salah jika saya ingin terus mengunjunginya walaupun tidak setiap saat.

Pada saat kunjungan yang kedua ini saya mencatat beberapa hal di antaranya: orang-orang kaya yang dulu pernah kami kunjungi kini sedang berbaring lemah karena sakit. Sehingga dari kejadian tersebut saya kadang berpikir pasti semua ini berkorelasi dengan kepemilikan harta. Ya, selama ini harta menjadi tolok ukur seberapa jernihnya jiwa seseorang karena dalam term sufi harta bisa jadi wasilah kebaikan sekaligus menenggelamkan. Maka kuncinya hanya satu yaitu jangan merasa memiliki harta tersebut.

Selanjutnya di desa sejak dulu banyak di bangun masjid tapi faktanya selalu sepi dari jamaahnya. Apalagi saat ini ditambah dengan adanya Covid-19 memperparah keadaan jamaah menjadi trauma dan aparat keamanan menjadi tak karuan. Padahal fakta di lapangan masyarakat desa tidak memperdulikan karena mereka yakin semua ini ada tapi lebihnya sudah keruh oleh kepentingan politik.

Selanjutnya ini yang menarik yaitu tentang lahan, mata pencaharian hingga pariwisata desa yang kini sudah dilirik oleh para investor pemilik modal besar. Mereka tertarik untuk mengembangkan sektor wisata yang ada di desa seperti gua, perbukitan, mata air hingga pantai. Selain swasta pemerintah pun tak kalah sigapnya dengan membangun jalur lintas selatan (JLS) yang tujuannya agar akses mudah dan perekonomian lancar. Akan tetapi nanti problem baru muncul terutama soal lahan dan ekologi. Kita tahu sejak dulu bahwa orang yang berpandangan antroposentris tentu akan selalu berpikir bagaimana bisa untung sedangkan dampaknya tidak dipikirkan.




Hal negatif lainya yaitu kebudayaan dan kultur masyarakat akan berubah bahkan bisa sangat mungkin terkikis. Nanti desa akan sangat mudah dimasuki berbagai macam ideologi yang tujuannya memperkaya diri dan kelompoknya. Di sinilah pentingnya upaya preventif untuk terus dikelola agar masyarakat tidak kehilangan arah. Masyarakat harus segera sadar dan bersatu agar tidak diperdaya oleh keuntungan sesaat.

Begitulah desa yang suatu saat pasti akan terasa seperti perkotaan. Maka satu-satunya agar desa tetaplah desa ialah dengan tetap memegang teguh kebudayaan dan tradisi yang telah berkembang lama. Sungguh tradisi kearifan itulah yang mahal dan tak pernah ditemui di kota. Program KKN sesungguhnya memang bertujuan untuk pertukaran informasi dan saling belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya. Jadi jika kita pernah KKN, kunjungilah mereka walau hanya sekedar bernostalgia.

the woks Institute l rumah peradaban 24/5/21





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...