Langsung ke konten utama

Yang Penting Barokah: Belajar dari Pak Satpam




Woks

Kemarin saya dapat pelajaran berharga dari seorang satpam salah satu SMP yang ada di Tulungagung. Seperti biasa saat kami berbincang perihal pesangon adalah hal yang sangat sensitif lebih lagi jika kita ingat kemarin hari buruh diperingati dengan gemuruh. Maklum saja keadaan yang akan menginjak lebaran pasti segala macam kebutuhan sudah menanti di depan mata. Utamanya jika kita sudah berkeluarga pasti masalah kebutuhan dan uang adalah hal utama yang dibahas. Siapa juga yang tak butuh uang, ah rasanya mustahil ada orang yang tak butuh uang katanya bercerita tentang sebuah realitas yang ada.

Saya pun hanya melepas senyum mendengar beliau bercerita. Orangnya masih muda tapi gaya bicaranya melebihi orang dewasa atau lebih tepatnya pemikiranya sudah menginjak matang. Ia mengatakan bahwa selama ini masih banyak yang resah dengan keuangan, ia hidup seperti diburu ketidakpuasan, ia juga selalu nresula alias selalu bergumam tanda tak menerima keadaan. Jika diberi uang kecil selalu tak puas jika diberi uang besar tapi tak bersyukur. Jadi kehidupanya tak lebih dari diperbudak oleh uang padahal rezeki tidak hanya uang.

Kata pak satpam jika rezeki hanya berupa uang maka hal itu sangatlah sempit. Kita perlu membuka peta memikirkan seluas-luasnya bahwa rezeki itu berupa apa saja dan datang dari mana saja (min haitsu la yahtasib). Kata pak satpam saya sendiri sangat beruntung walaupun gaji pas-pasan tapi mendapat rezeki dalam bentuk lain seperti saya dan keluarga diberi kesehatan, bisa dekat dengan orang sholeh, berkecimpung di dunia pendidikan, bisa belajar ilmu agama, diberi kesempatan berkhidmah dan lainya. Alhamdulillah dengan begitu hidup saya terasa terarah katanya. Termasuk selama ini ia masih terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Bukankah hal yang demikian itu adalah keberkahan. Bukankah keberkahan itu adalah bertambahnya kebaikan dan bisa terus beranak-pinak. Tentu kita tahu bahwa tidak semua orang diberi pemahaman terkait keberkahan itu. Salah satu ciri keberkahan itu ialah hidup terasa damai dan merasa cukup walaupun dalam logika tidak mampu menjamahnya. Artinya yang sedikit bisa nampak banyak, kecil terasa besar, sederhana terkesan mewah dan hal lainya yang itu tidak bisa diukur lewat logika tapi bisa terdetik dalam hati.

Jika kita mau jujur mengapa orang di parleman masih korupsi, masih menyuap sana-sini, masih memangkas anggaran dan lainya padahal mereka sudah bergelimang harta bahkan disebut berkecukupan. Mereka secara fisik mungkin kaya tapi secara hati nurani mereka adalah orang miskin. Biasanya orang kaya tersebut hidupnya terasa panas dan tidak damai ada saja problem yang dialami misalnya anaknya tersandung narkoba atau istrinya selingkuh atau orang tuanya sakit-sakitan dan lainya. Hal itu bisa saja terjadi karena harta yang diperoleh tidak berkah. Maka dari itu sedikit tapi berkah lebih baik daripada banyak tapi menyengsarakan.

Jika kita mau tau berkah itu hampir mirip dengan karomah alias kemuliaan. Sesuatu hal yang tidak bisa dinalar akan tetapi pernah terjadi seperti dulu salah seorang wali memberi sepotong roti tapi cukup untuk beberapa orang dan yang mashur tentu saat perang Nabi Muhammad saw menyediakan sedikit air untuk sahabatnya minum dan wudhu tapi anehnya air itu cukup bahkan lebih. Begitulah berkah kata pak satpam seharusnya orang harus segera sadar bahwa ada yang lebih penting daripada sekedar materiil yang dikonsepsikan oleh pikiran kita yaitu berkah alias ridho dari Allah swt.

the woks Institute l rumah peradaban 5/5/21


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...