Langsung ke konten utama

Menggapai Lailatul Qadar




Woks

Lailatul Qadar atau malam kenikmatan yang terbaik dari seribu bulan tentu selalu kita elu-elukan kehadiranya. Dalam banyak narasi para penceramah menjelaskan dengan gamblang betapa nikmatnya ketika kita dapat berjumpa malam mulia itu. Tentu gambaran itu tidak mudah kita bayangkan jika berakhir sebagai angan-angan kosong tanpa ada proses menggapainya. Bahkan di akhir kita sering berpikir apakah orang dengan ibadah pas-pasan seperti kita bisa mendapat kenikmatan di malam mulia itu.

Mengapa kita kesulitan mendapatkan nikmat Lailatul Qadar? kata Almaghfurllah KH. Agus Sunyoto karena kita masih belum menghayati puasa ala Adam Makrifat. Yaitu puasa di mana dulu Nabi Adam pernah mendapat hukuman karena makan buah Khuldi. Nah, setelah sekian lama turun ke bumi Nabi Adam selain melafalkan "rabbana dholamna.." juga berpuasa. Dengan cara puasa itulah ia dapat diampuni.

Puasa Adam Makrifat yaitu ketika 10 terakhir di bulan ramadhan seharusnya kita menghayati seperti puasanya Nabi Adam yang merasakan sangat lapar. Dalam term sufi sering dikenal seperti bertemunya dua buah lap basah. Begitulah keadaan orang berpuasa, jika sudah demikian biasanya kita akan disingkapkan dengan sesuatu yang ghaib atau terbukanya hijab ghaib.

Menurut beberapa kalangan sebenarnya Lailatul Qadar bisa diperoleh dengan mempersiapkannya sejak bulan rajab. Saat itulah para ahli meyakini bahwa Lailatul Qadar dapat dirasakan baik berupa tanda alam atau prediksi ala Imam Ghazali melalui kitab I'anatut Thalibin, Hasyiyah Bajuri dan Hasyiyah al Jamal, jika awal puasa hari Selasa atau Jumat berarti Lailatul Qadarnya diprediksi hari ke-27 dll.

Saat ini kita tidak bisa mengamalkan puasa Adam Makrifat karena kita masih melanggengkan tradisi buka bersama. Bahkan dengan makanan yang enak-enak dan hal ini sangat jauh dari tradisi para pesuluk yang hidup sederhana. Bukankah makan saat berbuka berarti ada kenikmatan khusus di mana kita berjumpa dengan Allah. Tapi saat ini malah terbalik makan saat berbuka justru menjadi ajang balas dendam.

Terakhir, mengapa kita kesulitan menggapai Lailatul Qadar karena sejak jauh hari yang kita persiapkan bukan sarana ritual ibadah melainkan budaya konsumtif nan hedonis. Padahal belanja pakaian untuk hari raya seharusnya dijadikan teladan bahwa di sana kita berkaca diri apa yang dapat kita persembahkan kepada sang Maha Cinta di hari kemenangan nanti, tentu jawabnya bukan pakaian tapi amalan. Bukankah amalan selama ramadhan adalah oleh-oleh kita ketika mudik ke kampung akhirat atau tolok ukur menjadi diri yang bertaqwa.

Jika kita telah mengerti dengan penjelasan singkat tersebut tentu mari kita perbaiki dan terus pompa semangat dalam melakukan kebaikan di 10 terakhir bulan ramadhan sebelum akhirnya ia pergi. Di sana seraya kita menengadahkan wajah, berdoa bersimpuh kepadaNya dengan hati tulus ikhlas berharap diberi kesempatan bersua ramadhan di tahun mendatang. Tujuannya sederhana ingin mengakui bahwa diri ini masih penuh dengan salah, alpa dan kemunafikan karena bisa jadi ibadah kita masih sangat rapuh di hadapanNya. Semoga dengan bertemu ramadhan nanti kita terus berniat dengan tekad yang kuat senantiasa ingin selalu memperbaiki diri menjadi manusia yang laallaqum tattaquwn.

the woks Institute l rumah peradaban 3/5/21



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...