Langsung ke konten utama

Bucin: Pengorbanan yang Disalahartikan




Woks

Taukah anda bahwa populasi sobat ambyar kian hari terus bertambah kendati belum ada survei yang jelas terkait ini akan tetapi kita bisa memperkirakan lewat banyaknya orang yang stres akibat tertusuk panah asmara. Mayoritas korbanya adalah anak muda atau anak remaja bau kencur yang sejak di sekolah dasar telah mengerti istilah pacaran. Mereka sesungguhnya pelaku sekaligus korban dari konstruksi sinetron atau gaya artis kekinian. Sehingga kalangan publik figur tersebut dianggap sukses membawa imajinasi percintaan ke alam nyata.

Selama ini anak-anak memang memiliki kecenderungan yang kuat untuk meniru apalagi era medsos imaji tentang apapun bisa sangat mudah diakses. Apalagi narasi tentang pacaran gaya anak perkotaan yang merasa saling memiliki satu sama lain menjadi konsumsi utama. Anak-anak di desa merasa terinspirasi untuk mengikuti cara-cara tersebut. Mereka seketika menjadi bucin alias budak cinta. Satu sama lain saling membagi rasa percis bagai sepasang kekasih tanpa ikatan yang sah. Mereka menganggap kebutuhan kasih sayang adalah hak asasi yang harus diperjuangkan, padahal faktanya tidak demikian.

Anak-anak yang dilanda asmara mungkin di fase bucin nan akut. Mereka rela melakukan apapun demi seseorang yang dikasihi puncaknya pada momen-momen tertentu seperti hari kasih sayang, malam minggu hingga hari raya. Semua tak lain hanya karena perturutan nafsu sesaat, prestise, gengsi dan anak muda masa transisi jati diri yang tak tau arah. Dari mulai berkorban waktu, coklat, uang hingga yang paling inti mereka lakukan hanya demi sesuatu yang ambigu.

Pengorbanan tersebut kadang dianggap heroik karena ada pembenaran secara emosi bukan moral sosial. Sehingga mereka tak akan mempertimbangkan aspek di mana orang tua sebagai salah satu alasan. Bahkan ironisnya kadang orang tua menjadi objek kebohongan sang anak. Pergaulan dewasa ini memang sangat mengkhawatirkan sehingga orang tua perlu protektif terhadap pergaulan sang anak.

Selanjutnya sangat perlu kiranya memberi pemahaman tentang sex education bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki peran masing-masing serta mempunyai batasan tersendiri. Setelah itu bimbingan melalui agama sangat diperlukan agar tidak terjadi penyimpanan sosial di kalangan remaja. Lebih dari itu mereka perlu diarahkan bahwa pengorbanan harus bersifat ketuhanan dan sosial tujuannya sederhana agar mereka memahami bahwa pengorbanan adalah bentuk aplikasi dari kehidupan yang saling memberi manfaat. Akan tetapi dalam kasus tersebut ada syarat tertentu yang harus dipegang teguh oleh setiap orang.

the woks institute l rumah peradaban 30/7/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...