Langsung ke konten utama

Malam Tirakatan : Tradisi Berdo'a untuk Pahlawan





Woks

Menjelang bulan Agustus suasana terasa hidup lebih lagi pasca diterpa pandemi. Orang-orang membalaskan dendamnya dengan berkumpul menghias perkampungan. Puncaknya adalah di malam menjelang 17 Agustus yaitu dikenal dengan tradisi tirakatan dan siangnya momen sakral detik-detik proklamasi.

Tidak ada bangsa yang seunik Indonesia di mana rakyat dan pejabatnya gegap gempita dalam peringatan hari kemerdekaannya. Di desa kita mengenal malam tirakatan atau malam berdo'a untuk arwah para pendahulu, leluhur, pahlawan kusuma bangsa yang telah gugur di medan juang. Mereka laik untuk dihadiahkan fatihah dan doa kebajikan bagi non muslim. Malam itu juga bisa disebut malam renungan.

Nampaknya vakumnya tradisi massal tirakatan selama 2 tahun dibayar tuntas di tahun 2022 ini. Kita melihat sepanjang jalan orang-orang berkumpul tumpah ruah, di pelataran rumah, hingga tempat ibadah semua orang berdo'a bersama. Tidak hanya itu sajian makanan berupa jajanan dan tumpeng menambah selera berdo'a. Maklum sebagai masyarakat yang komunal kita tak terpisahkan antara acara dan makanan, karena pepatah lawas masih terdengar nyaring, "mangan ora mangan sing penting kumpul". Tak jarang dalam suasana khidmat itu rasa haru, iba, hingga pilu tangis menyertai semua.

Tapi sayang di momen tasyakuran tersebut kita juga melihat pemandangan yang berbeda yaitu di lain sisi orang-orang berdo'a tapi di sisi yang lain mereka berjoget memerdekakan kepuasan. Walaupun begitu demikianlah fakta di masyarakat betapa ragamnya pemikiran. Yang terpenting jangan sampai mengotori malam sakral itu dengan hal-hal yang memilukan.

Di malam tirakatan kita juga disuguhkan pemandangan berupa kekompakan, kebersamaan, kerjasama dan pastinya guyub rukun. Tidak hanya itu suasana nostalgia masa silam pun terpancar dari para veteran yang hadir. Mereka bercerita panjang lebar seputar perjuangan, pengorbanan hingga menyanyikan lagu nasional. Tak jarang ketika lagu "Indonesia Raya" buah pemikiran Wage Rudolf Supratman dan lagu "Syukur" karya Sayyid Husein Muthahar diperdengarkan orang-orang segera berkaca-kaca. Momen kemerdekaan memang tak bisa dibayangkan betapa besarnya jasa para pahlawan. Maka pantaslah kiranya malam tirakatan terus dilestarikan sebagai wadah kita para anak cucu terus mendo'akan mereka. Semoga para pahlawan yang telah gugur bunga selalu ditempatkan di sisiNya yang mulia.

the woks institute l rumah peradaban 17/8/22

Komentar

  1. Semoga tak ada lagi pandemi covid. Shg, momen sakral ini akan terulang kmbli d tahun2 berikutnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...