Langsung ke konten utama

Menepi di Ma'had: Jagongan Jurnalistik




Woks

Untuk kesekian kalinya saya berbincang tentang jurnalistik. Dunia yang sebenarnya asing saat pertama kali mengenalnya. Akan tetapi saat ini jurnalistik menjadi bagian integral yang tak bisa dipisahkan dari hidup saya. Dunia yang tampa lelah terus saya telusuri entah sampai kapan. Yang jelas jurnalistik merupakan bagian dari spirit literasi sekaligus menempa saya berproses hingga kini.

Kemarin tepat di penghujung Agustus 2022 saya menepi di Ma'had Al Jami'ah UIN SATU Tulungagung untuk berbagi cerita alias jagongan seputar jurnalistik. Bertempat di Mabna Fatimah lantai 2, acara pun dibuka dengan santai. Saya sekaligus mengingat kembali ketika awal ke tempat itu sekitar 2 tahun lalu sebelum pandemi melanda. Di sana saya mengisi jurnalistik tepatnya pada malam hari selepas isya dan hari ini di sore nan sejuk ternyata saya kembali.

Saya menjelaskan betapa menariknya dunia jurnalistik tersebut terlepas apa jurusan kita saat kuliah. Saya menjelaskan di muka bahwa jurnalistik adalah sebuah cara mencari, mengolah, mengedit, menyajikan sampai mendistribusikan sebuah berita. Jurnalistik sejarahnya berawal dari istilah Acta Diurna di era Julius Caesar sekitar 44 SM. Acta Diurna sendiri mirip seperti papan yang berfungsi untuk menyampaikan berita atau informasi. Acta Diurna dalam sejarah menjadi kata serapan De Journal menurut bahasa Perancis yang berarti catatan/jurnal harian hingga menjadi Journalism (bhs. Inggris).

Singkatnya jurnalistik masuk ke Indonesia sejak 1816 melalui para kolonial. Di mana mereka menyebarkan berita mengenai negeri rempah yang melimpah di tanah Nusantara. Salah satu produk menarik dari jurnalistik dari zaman itu ialah catatan yang dikumpulkan oleh para peneliti Belanda mengenai kondisi sosial masyarakat era itu. Bahkan kita sangat berterima kasih pada jurnalis dan peneliti Belanda telah banyak mendokumentasikan mengenai kejawaan, keagamaan, kebudayaan, kepercayaan hingga ilmu pengetahuan. Akhirnya cerita jurnalistik pun berlanjut bahkan sampai melewati suksesi kepemimpinan sejak masa Soekarno hingga saat ini. Barangkali pers atau jurnalis tersebut begitu bersusah payah sejak pra kemerdekaan, masa Soekarno hingga banyaknya pembredelan era Soeharto yang represif.

Dari penjelasan singkat tersebut beberapa peserta merespon dengan pertanyaan misalnya, apakah jurnalistik selalu berkaitan dengan literasi? Saya jawab, iya. Karena jurnalistik adalah bagian dari dunia literasi yang luas. Setelah itu ada yang bertanya bagaimana caranya menyenangi sekaligus bisa menulis? Yang jelas menulis itu adalah pekerjaan pembiasaan. Jadi jika ingin bisa menulis syaratnya harus membiasakan menulis setiap hari. Setelah itu kesenangan menulis akan terbentuk dan lebih sempurna dengan rajin membaca.

Saya meyakinkan kepada teman-teman peserta bahwa ekstra jurnalistik ini sangat penting, pasalnya kita yang dulu hanya cityzen sekarang sudah netizen. Dunia semakin terhubung dan begitu cepat berubah. Maka dari itu pada saatnya nanti saya akan membawa jurnalistik ini untuk lebih memanfaatkan literasi digital sebagai lahan basahnya. Tentunya berita dan informasi menjadi tujuan utama dalam pengelolaan ekstrakurikuler ini. Oleh karena itu harapannya ke depan ekstra jurnalistik bisa menjadi sarana meningkatkan skill dan potensi diri.

Terakhir sebelum pulang alhamdulilah saya berkesempatan bisa berbincang tipis-tipis bersama Mudir Ma'had yaitu beliau Bapak KH. Dr. Teguh Ridwan, M.Ag seorang yang luar biasa dan penuh dedikasi. Saya tentu kenal beliau sejak di S-1, hal yang pasti akan saya ingat dari beliau adalah soal kedisplinan waktunya. Beliau selalu tepat waktu dan menghargai waktu dengan sangat mahal. Walaupun beliau sempat guyon pada saya bahwa selalu lupa dengan nama saya akan tetapi semua itu tak apa. Kata saya, "guru boleh lupa pada murid mungkin karena saking banyaknya akan tetapi murid wajib ingat guru bagaimana pun keadaannya". Kami pun akhirnya tertawa bersama dalam suasana sore tersebut. Akhirnya saya pun pulang dengan membawa seember harapan esok ilmu akan tersemai mengikuti aliran air nan jernih.

the woks institute l rumah peradaban 27/8/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...