Langsung ke konten utama

Belajar Kesabaran Pada Nabi Nuh Allaihissalam




Woks

Dalam acara pertemuan Persatuan Pengasuh Pondok Pesantren Salaf Kaafah (P4SK) di Kulonprogo Jogjakarta, KH Mustofa Aqiel Siradj bertindak sebagai pengisi mauidhoh hasanah. Dalam paparan ceramah tersebut Kang Muh, sapaan akrabnya menjelaskan banyak hal utamanya dunia pesantren dan tantangan dakwah. Akan tetapi saya tertarik ketika beliau menjelaskan tentang kisah Nabi Nuh Allaihissalam.

Kang Muh yang juga adik dari Prof Dr KH Said Aqiel Siradj tersebut menjelaskan dengan begitu gamblang mengapa Nabi Nuh tidak mendapatkan banyak pengikut. Dikisahkan dalam riwayat bahwa Nabi Nuh hanya mendapatkan 80 orang pengikut dari 200 tahun lebih beliau berdakwah. Hal itu tak lain karena faktor umatnya yang sudah kelewat batas. Kekufuran merajalela, kebodohan mendominasi dan ketamakan menguasai sehingga dari itulah tantangan dakwah Nabi Nuh sangatlah berat.

Jika melihat dakwah di era kekinian kita jadi berpikir sendiri. Mengapa tidak, saat ini orang berdakwah dimudahkan dengan media utamanya perangkat teknologi. Orang yang hanya dikira ustadz pun bisa memiliki jamaah ribuan. Padahal kita tidak tahu sanad keilmuan serta kapabilitas pengajarannya. Secara kuantitas jika dibandingkan dengan Nabi Nuh tentu dakwah hari ini dianggap sukses. Akan tetapi soal kualitas kita tak pernah tahu. Jika dibanding dengan umat terdahulu bedanya tipis. Bahwa umat terdahulu jika sudah terlanjur iman maka akan kuat sebaliknya umat kekinian imannya kumat-kumatan. Maka dari itu ada istilah iman ala padang pasir yang disatukan justru malah tidak kuat alias ambrol.

Pelajaran yang dipetik dari dakwah Nabi Nuh adalah kesabarannya. Walaupun pada akhirnya beliau tidak sanggup dan berdoa memohon kepada Allah untuk membinasakan umatnya. Singkat kisah Allah mengabulkan permohonan kekasihnya itu. Kata Nabi Nuh apakah Allah akan menimpakan umatnya berupa angin badai, atau gempa bumi atau wabah penyakit ternyata air bah lah hukuman atas mereka. Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat perahu besar yang terbuat dari kayu. Bisa dibayangkan membuat kapal sangat lama lebih lagi di tengah padang pasir tandus.

Proses membuat kapal itu sangat lama. Nabi Nuh diperintahkan untuk menanam terlebih dahulu pohonnya sebelum akhirnya ditebang menjadi bilah papan. Konon masa tanam sampai tebang pohon tersebut membutuhkan waktu 50 tahun. Jika dibayangkan apakah ada orang setabah Nabi Nuh. Orang yang akan membinasakan umatnya saja masih harus menunggu 50 tahun lamanya. Beliau tetap bersabar di tengah kepungan caci maki, cemoohan, hingga pengkhianatan. Jika bukan Nabi Nuh mungkin pendakwah hari ini tak akan sanggup. Maka dari itu Nabi Nuh adalah salah satu yang dikategorikan nabi ulul azmi.

Kesabaran Nabi Nuh masih berlanjut ketika air bah menenggelamkan jagat. Putranya Kan'an tidak mau naik perahu bersama Nabi Nuh dengan alasan ia akan selamat menaiki gunung. Kata Kan'an tidak ada air melebihi tingginya gunung. Padahal rumusnya sederhana kata Kang Muh bahwa gunung adalah alam, alam adalah sains, sains adalah teknologi, teknologi adalah ilmu dan ilmu adalah fakultas dan kesemuanya itu akan kalah dengan kekuasaan Allah SWT. Kekuatan tauhid tak akan bisa dikalahkan oleh sains dan teknologi. Kang Muh mencontohkan fenomena virus Corona yang sampai hari ini belum kunjung ditemukan bahkan banyak menelan korban. Singkat kisah akhirnya Kan'an pun tenggelam.

Bisa dibayangkan betapa sabarnya Nabi Nuh menunggui umatnya bertaubat hingga ratusan tahun. Dalam riwayat beliau hidup hingga usia 840 tahun dan itupun masih diuji dengan salah satu putranya bernama Kan'an. Semoga kita dapat meneladani kesabaran Nabi Nuh.

the woks institute l rumah peradaban 16/5/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...