Langsung ke konten utama

Kepemimpinan Ekosufisme




Oleh : Woko Utoro

Belum banyak buku-buku yang membahas tentang ekosufisme. Padahal kelestarian dan kerusakan lingkungan adalah isu seksi yang perlu uluran tangan banyak pihak. Deforestasi memang menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan. Oleh karenanya kadang kita abai sudah berapa hutan yang rusak, sudah berapa sungai tercemar dan sudah berapa banyak hewan mati.

Barangkali buku ini salah satunya yang mengulas konsep alam dan dunia sufisme. Buku yang mengupas bagaimana manejemen terhadap alam diberlakukan. Ekosufisme barangkali pertama kali diperkenalkan oleh Prof Suwito NS. Dari disertasi beliaulah konsep relasi sufisme dan alam mulai dikembangkan salah satunya buku karya Lely Qodar.

Buku dengan judul Manajemen Kepemimpinan Lingkungan (Kajian Ekosufisme Pesantren) yang ditulis Lely Qodar ini menarik untuk disimak. Pasalnya dalam buku ini merupakan keberlanjutan dari karya disertasi Suwito NS yang melahirkan istilah ekosufisme. Titik perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu pada segi kepemimpinan dan manajemennya. Penelitian dalam buku ini berfokus pada dua jamaah di Jogjakarta yaitu jamaah Pesan Trend Budaya Ilmu Giri Imogiri Bantul dan jamaah Mesjid Aolia Panggang Gunungkidul yang berhasil dalam memanajemen masyarakat untuk berkesadaran akan etika lingkungan.

Buku yang terdiri dari 6 bab tersebut mengawali penelitiannya berdasarkan Fatwa MUI No.4 tahun 2014 tentang perlindungan satwa dan lingkungan. Seperti jamak diketahui bahwa kesadaran akan pembangunan kemanusiaan belum tercapai dengan baik. Hal itu menjadi kritik atas pembangunan yang hanya menekankan ekologi pembangunannya sekadar pemenuhan atas kapitalisasi. Maka dari itu publikasi semacam ini yang bertitik fokus pada ekosufisme dan dipadukan dengan aspek-aspek kepemimpinan sangat penting dilakukan.

Singkat kata lewat buku ini kita mendapatkan pelajaran berharga utamanya dari 2 tokoh sentral yaitu KH Nasruddin Anshori Ch (Gus Nas) dan KH Ibnu Hajar S Pranolo (Mbah Benu) bahwa gerakan kesadaran beretika lingkungan harus dimulai sejak dini. Selain itu kesadaran enviromental ethics harus diarahkan pada ibadah kepada Allah. Di sinilah tujuan spiritual terhadap alam sedikit demi sedikit akan mengikis syahwat yang bertumpu pada orientasi materialistis.[]

Judul : Manajemen Kepemimpinan Lingkungan (Kajian Ekosufisme Pesantren)
Penulis : Dr Lely Qodar, M.Pd.
Penerbit : Ilmu Giri
ISBN : 978-6027-0498-71

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...