Langsung ke konten utama

Spiritualitas Dalam Menulis




Woko Utoro

Jika kita amati di balik kesuksesan para penulis hebat dipastikan mereka memiliki tradisi ketat dalam proses kreatifnya. Tidak mungkin penulis hebat duduk ongkang-ongkang sambil berangan-angan menciptakan tulisan yang baik. Pastinya mereka memiliki strategi khusus dan konsistensi dalam menitipkan gagasannya pada sebuah kata.

Saya melihat beberapa penulis yang memiliki energi lebih adalah Irfan Afifi, Muhyiddin M Dahlan, Edi Achilles serta kolega dalam lingkungan Basabasi dot co. Walaupun saya sadar produktivitas mereka dipengaruhi karena kesadaran berliterasi sekaligus menghidupi penerbitan. Tapi walaupun demikian kata Yusuf Arifin popularitas bukan berarti profit. Saat ini banyak penulis yang mengejar rating atau followers serta profit. Padahal hal itu semua adalah bagian dari proses yang melelahkan.

AS Laksana menyebutkan bahwa tulisan bagus itu adalah detail. Artinya ia menulis membayangkan hal-hal kecil, yang terdekat di antara kita dan mudah dipahami. Barangkali itulah energi yang menggerakkan orang untuk tetap istiqomah menulis. Menulis ya menulis saja dan hal itu tak lebih dari sebuah cara untuk menyampaikan gagasan. Dengan menulis seseorang lebih dikenal dari fisik aslinya. Misalnya Mbah Nun, ia lebih dikenal tulisannya dulu daripada sosok pribadinya. Karena selama ini masih banyak menyangka bahwa Mbah Nun mirip Caca Handika atau Bimbo.

Salah satu penulis panutan yang energinya luar biasa adalah Ning Khilma Anis. Penulis Hati Suhita tersebut sungguh luar biasa. Sejak Suhita dimulai garapannya pada 2002 Ning Khilma Anis berjibaku dengan para plagiator. Akhirnya ketika Suhita menjadi cerbung di Facebook maka atas saran suaminya novel itu dibukukan. Salah satu hal yang saya salut dari beliau adalah tirakatnya.

Selain sejak dulu sudah aktif dalam dunia kepenulisan misalnya waktu di PP Ash Saidiyah Tambakberas Jombang hingga ke PP Ali Maksum Krapyak dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ning Khilma Anis memang berbakat dan sungguh-sungguh dalam menulis utamanya ketika mendalami dunia wayang dan pesantren. Dari sanalah akhirnya Suhita benar-benar lahir. Selain aktif, Ning Khilma Anis juga senang tirakat salah satunya memohon doa para sesepuh dan berziarah. Beliau dengan rendah hati sering mengatakan bahwa Suhita hari ini tak akan terlahir tanpa dukungan orang tuanya.

Mungkin sedikit penulis seperti Ning Khilma Anis di mana beliau sering berziarah ke makam ayahandanya KH Lukman Yasir dan makam mertuanya KH Chairuradzad bin KH Turaichan Adjuhri Kudus. Pengasuh PP An Nur Wuluhan Jember itu memang tidak bisa lepas dari berziarah salah satunya ziarah untuk kesuksesan Suhita. Bagi Ning Khilma Anis, Suhita bukan sekadar tulisan, atau novel yang dicetak melainkan anak sendiri. Jika dalam iklan mirip Malika si kedelai hitam.

Apa yang dilakukan Ning Khilma Anis seperti yang juga dilakukan oleh Gus Dur pasca ditetapkan menjadi presiden. Satu hari sejak Gus Dur memimpin apa yang dilakukan beliau ternyata ziarah ke ndaleme KH Abdullah Salam Kajen. Tentu sangat langka seorang presiden yang mendatangi ulama pertama kali kecuali saat kampanye. Ning Khilma Anis tentu sadar bahwa Suhita adalah produk dari keberkahan para gurunya saat mondok. Dan keberkahan itu masih bersambung hingga kini. Barangkali spirit dan spiritual tersebut yang juga harus kita miliki terutama dalam berkarya. Agar ketika Allah mengangkat derajat kita tetap menjadi pribadi rendah hati. Bahwa segala kesuksesan itu adalah hasil dari doa orang banyak.

the woks institute l rumah peradaban 30/5/23

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...