Langsung ke konten utama

Budayakan Baca dan Tradisikan Menulis




Oleh : Woko Utoro

Pasca lulus kuliah apa yang dapat dibanggakan? Seorang teman menggoda saya dengan pertanyaan tersebut. Lantas dia menjawabnya sendiri bahwa satu-satunya hal yang dapat dibanggakan dari bilik kampus adalah kemampuan baca tulis. Alasannya sederhana bahwa dunia kampus tak pernah jauh dari aktivitas membaca dan menulis. Bahkan mayoritas tugas perkuliahan tak lain merupakan tulisan.

Saat ini jika kita menggantungkan pengetahuan pada toko buku, faktanya banyak toko buku gulung tikar. Jika kita berpedoman pada perpustakaan, nyatanya perpustakaan kini semakin lesu. Bahkan ada anekdot perpustakaan adalah tempat tersunyi kedua setelah kuburan. Jika kita berharap pada kampus, sudah terbukti dunia kelas tersebut tak bisa diandalkan. Apa yang didapat di ruang kelas memang tidak selalu memuaskan kecuali membaca yang jadi budaya dan menulis yang tertradisikan.

Soal baca tulis berarti berkaitan dengan diri sendiri atau bisa dikatakan minat. Setelah minat lalu jadilah hobi. Setelah hobi lalu bertransformasi menjadi passion dan membentuk jalan hidup. Ya, untuk menjadikan membaca dan menulis sebagai kebutuhan tentu membutuhkan proses panjang. Karena bisa jadi setiap orang mampu menjadi penulis tapi tidak semua orang bisa produktif. Intinya dari 2 aktivitas yang memberdayakan akal pikiran tersebut adalah soal habituasi. Pembiasan adalah kunci utama baik itu membaca maupun menulis. Tanpa membiasakan berlatih bacaan tak mungkin dikhatamkan dan tulisan tak pernah dihasilkan.

Tidak ada manusia terlahir dalam keadaan pintar. Begitu pula pada dunia literasi tak ada yang tiba-tiba menjadi mahir. Karena bagaimanapun juga kemampuan dihasilkan dari berlatih bukan karena angan-angan. Soal membaca kita percaya bukanlah pekerjaan bagi orang-orang yang memiliki waktu luang melainkan yang meluangkan waktu. Soal menulis pun demikian tak dihasilkan dari simsalabim melain dari proses panjang membaca serta latihan. Kata para pakar menyebutkan bahwa menulis adalah ekstraksi dari aktivitas membaca. Semakin banyak membaca maka kata-kata akan meluap dan ingin segera menuliskanya.

Mari isi ulang kembali semangat kita untuk terus membudayakan baca dan mentradisikan menulis. Tanpa bacaan tulisan akan kering dan tanpa menulis bacaan hanya mampir parkir di pelataran pikiran.[]

the woks institute l rumah peradaban 25/6/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...