Woko Utoro
Siapa bilang imajinasi hanya dipakai dalam tulisan fiksi. Nyatanya jenre tulisan apapun membutuhkan sentuhan imajinasi. Walaupun memang imajinasi identik dengan tulisan fiksi namun perlu diakui bahwa tulisan non fiksi pun memerlukan percikan imajinasi. Tentu imajinasi dalam tulisan non fiksi masuk pada kadar keseluruhan melainkan soal struktur dan kreativitas.
Kadang ketika kita bertanya apa kendala utama orang menulis. Rerata jawabannya adalah soal inspirasi dan imajinasi. Mereka yang miskin bacaan akan berkata bahwa imajinasi tak pernah ditemukan. Mereka yang minim pengalaman akan mengatakan imajinasi tak pernah dilahirkan. Atau memang seperti apa bentuk operasionalnya. Padahal inspirasi dan imajinasi hidup begitu dekat di sekitar kita. Kita hanya perlu untuk terus belajar dan mengakrabinya hingga menjadi tulisan.
Sri Malela Mahargasarie seorang tokoh seniman desain dan visual memberikan gambaran tentang bagaimana seseorang perlu untuk mengeksplorasi pikirannya dalam hal apapun. Tentu dalam narasi ini berkaitan dengan seni menulis. Menurut beliau hidup tak bisa jauh dari seni dan produk berpikir manusia. Seni adalah ketertarikan pada hal-hal yang dapat mengungkapkan pikiran. Maka tidak salah jika dari seni lahirlah tradisi. Dari tradisi membentuk budi akal bernama budaya.
Seni itu bakat karena ketertarikan juga sekaligus bisa dipelajari. Karena seni adalah soal teknis maka orang bisa belajar polanya. Sedangkan bakat adalah konversi ketertarikan menjadi sebuah ide, gagasan, narasi hingga aplikatif lainnya. Orang yang senang gerak akan melahirkan seni pantomim atau tari. Orang yang senang bicara akan melahirkan seni tari suara atau retorika. Orang yang senang corat-coret akan melahirkan seni visual dan banyak lagi produk lainnya. Begitulah seni, sifatnya sangat luas termasuk orang menulis hasil dari pertautan antara kata dan makna, ide serta gagasan.
Dalam hal menulis sekali lagi perlu ditegaskan bahwa orang mungkin bisa belajar dari hal teknis tapi yang mahal adalah imajinasi. Hal teknis sebut saja mengikuti seminar, diskusi menulis, short course, hingga sering berlatih menulis. Sedang majinasi adalah bagian tak terpisahkan dari rangkaian pengalaman dan minat atau ketertarikan. Dengan imajinasi itu penulis akan bebas mengekspresikan dirinya lewat media tulis. Lantas apa yang membedakan orang belajar di dunia formal dengan mereka yang otodidak dalam mendapatkan jiwa seni?
Orang yang otodidak dan sekolah atau belajar lewat sanggar sebenarnya sama saja. Yang membedakan adalah sikap eksplorasi lanjutan. Orang otodidak bergerak berdasarkan imajinasi dari alam atau masyarakat. Sedangkan mereka di dunia formal bekerja lewat pengetahuan. Sehingga di antara keduanya akan melahirkan output yang sedikit berbeda khususnya dalam penghayatan. Bisa saja di satu sisi otodidak lebih unggul karena memiliki bakat alami hasil dari rangkaian ketertarikan. Sedangkan bisa saja sisi lain orang hasil sekolah lebih memahami arti, esensi, sejarah, etika dan lainya karena bersandar berdasarkan pengetahuan. Maka dari itu menulis pun demikian bisa dihasilkan dari kesarjanaan atau terasah lewat tangan-tangan alamiah di masyarakat.
Intinya dalam hal apapun jiwa seni perlu diasah, perlu dibiasakan hingga dibudayakan. Karena setiap manusia adalah seniman atas apa yang menjadi minatnya. Tidak ada manusia terlahir tanpa membawa jiwa seninya. Manusia selain takdir juga diberikan modal Tuhan berupa akal pikiran. Itulah modal utama berkesenian. Maka menulislah jika anda penulis. Karena tulisan hasil imajinasi seni terbaik yang pernah tercipta.[]
the woks institute l rumah peradaban 9/6/23
Komentar
Posting Komentar