Langsung ke konten utama

Memahami Spirit Hari Arafah




Woko Utoro

Alangkah bahagianya orang yang diberi kesempatan berhaji. Haji adalah penyempurna dari rukun Islam. Karena tidak setiap orang ditakdirkan untuk melaksanakan rukun Islam ke-5 tersebut. Akan tetapi kebahagiaan tersebut juga tertular bagi mereka yang belum bisa berhaji. Allah SWT memang selalu memiliki caranya sendiri bagaimana mengapresiasi hambanya. Salah satu kebahagiaan di bulan Dzulhijjah ini adalah kesunatan melaksanakan puasa tarwiyah dan arafah.

Seperti yang mahsyur diketahui bahwa siapa saja mampu melaksanakan puasa tarwiyah dan arafah maka berhak baginya penghapusan dosa sebelum dan sesudahnya hingga tahun mendatang. Islam itu memang agama istimewa. Saking istimewa selalu menyediakan fasilitas berupa pahala dan pengampunan dosa. Fasilitas tersebut terdapat dalam tiap bulan bahkan setiap hari. Salah satu yang dapat kita pelajari keistimewaannya adalah di hari arafah.

Hari arafah seperti jamak diketahui adalah hari ke-9 dalam penanggalan Dzulhijjah. Arafah merupakan salah satu dari yaum al hurum atau hari yang dimuliakan. Karena pada hari itu diyakini Nabi Adam AS dipertemukan oleh Allah dengan Sayyidah Hawa di Jabal Rahmah. Bagi orang yang tidak berhaji disunnahkan berpuasa dengan alasan penghormatan. Setelah sebelumnya juga berpuasa yaitu tarwiyah sebagai bentuk ekspresi bahwa menggantungkan harapan hanya pada Allah SWT.

Arafah, ma'rifah juga dapat diartikan mengetahui. Ada juga yang mengartikan pengetahuan sebagai i'tiraf atau arafa berarti bau harum. Bahkan dalam dunia sufisme terkenal term "mann arafa nafsah faqod arafa rabbah" atau siapa yang mengenal dirinya maka mengenal Tuhannya. Pengenalan tersebut juga dimaknai sebagai tahu, mengetahui, pengetahuan. Jadi hanya lewat pengetahuan lah seorang hamba mengenal Tuhannya.

Lantas apa perbedaan kata arafa dengan alima seperti anak-anak pesantren ketahui. Perbedaannya adalah lafadz al alim lebih umum dari lafadz al arif. Lafadz al alim berarti mengetahui tanpa proses sedangkan kata al arif mengetahui dengan segala macam proses seperti merenung, khalwad, berpikir, observasi dll. Maka lawan kata alim adalah al jahl (bodoh). Sedangkan kata al alim yang menjadi salah satu sifat Tuhan dan tanpa proses itu lawan katanya adalah al inkar. Orang jika ingin menjadi alim maka harus ada proses belajar. Sedangkan Tuhan mengetahui diri dan alam ciptaannya tanpa proses belajar.

Dalam bersikap orang alim adalah mengetahui berbagai macam pengetahuan. Akan tetapi pengetahuan banyak belum tentu menjadi arif. Karena orang arif pengetahuannya sangat mendalam. Maka dari itu alim saja tidak cukup. Harus ada sekat pembatas antara kepintaran dengan kebijaksanaan. Sehingga pengetahuan tidak hanya mampir di otak melainkan menjadi laku hidup. Orang arif akan lebih bijak dalam menyikapi segala peristiwa. Maka ada istilah orang alim adalah sungai dengan segala alirannya sedang orang arif adalah samudera tanpa tepi.

Ada relasi antara pengetahuan dan perenungan dalam hari arafah tersebut. Di antaranya yang bisa dipelajari adalah ingatan bahwa Nabi Adam AS diberikan pengetahuan lebih daripada mahluk lain seperti syaitan dan malaikat. Maka ketika beliau diperintahkan berhaji, Nabi Adam sudah mengetahui ilmunya. Di sinilah salah satu teori bahwa ibadah haji merupakan ritual purba dan memang sudah sejak lama dilaksanakan sebelum akhirnya disempurnakan di era Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad SAW.

Pengetahuan tersebut juga terjadi pada mimpi Nabi Ibrahim. Beliau sudah tahu bahwa mimpi tersebut pasti datangnya dari Allah SWT. Sedangkan pengetahuan untuk menyembelih Ismail belum didapat Nabi Ibrahim. Hal itu sebagai bukti bahwa Ibrahim hanyalah seorang manusia, mahluk dan hamba. Maka dari itu di hari sebelumnya yaitu tarwiyah diartikan sebagai hari mamang, menimbang, sedikit ragu dan atau bertanya, apakah benar? Lantas dengan memohon ampunan serta petunjuk maka Allah SWT memberikan pengetahuan pada Nabi Ibrahim bahwa mimpi tersebut benar. Pengetahuan itu pun sudah diketahui Nabi Ibrahim ketika pertemuan dengan Sayyidah Hajar pasca melahirkan Ismail.

Ada simbolisasi yang tak kalah menariknya yaitu saat pelaksanaan wukuf sebagai puncak dari ibadah haji. Di mana orang-orang akan banyak meminum air karena di padang arafah cuaca begitu terik. Hal itu dapat diartikan bahwa untuk perjalanan ke kampung akhirat memang membutuhkan bekal. Bekal tersebut tak lain adalah amal ibadah selama hidup. Akan tetapi lagi-lagi pengetahuan bekerja bahwa orang berhaji dengan penghayatan mendalam akan mendapat ampunan Tuhan.

Menjadi kesimpulan dalam tulisan ini adalah bahwa hari arafah membawa spirit pengetahuan. Jika fasilitas seperti ampunan itu memang ada kita juga harus memenuhi syarat untuk mengetahui. Jadi sama halnya dengan ibadah yang diterima yaitu karena tahu, diilmui, mengetahui ilmunya. Maka tak salah jika dalam masyarakat pengetahuan dibagi jadi 3 yaitu ; yang sekedar ikut-ikutan disebut taklid, mukhalid. Yang ikut tapi dengan pengetahuan disebut ittiba, tabi'in, muttabi'in. Dan yang ikut dengan pengetahuan serta sikap (to creation) disebut ijtihad, mujtahid.

Lantas lewat tulisan kecil ini mari kita menghayati kembali spirit hari arafah sebagai sebuah pijakan untuk manusia berpengetahuan. Relasi ini pula yang sudah dibangun lama dalam pondasi utama yaitu: iqra, bismirabbik.[]

the woks institute l rumah peradaban 28/6/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...