Langsung ke konten utama

Makanan : Pola dan Dinamikanya




Woko Utoro

Masih membincang makanan khususnya di dunia santri. Jika anda seorang santri pasti akan sangat paham ke mana arah tulisan ini. Yang jelas santri tak akan berjauhan dengan cara makan dan cara memperolehnya. Makan ala santri tentu selalu bersama. Kadang satu nampan dikeroyok orang banyak bahkan di atas selembar daun. Tentu makan cara bersama-sama akan selalu terasa nikmat walaupun lauk pauknya sederhana.

Dulu era santri lawas untuk cari makan sangatlah susah. Mereka harus berjuang mencari kayu bakar atau menanam umbi-umbian demi bertahan hidup. Makan sederhana sambil terus berusaha mengaji. Tentu hal tersebut tidak mudah atau dalam dunia santri dikenal dengan tirakat. Maka tidak aneh jiwa santri lawas memiliki tradisi tarkul tho'am atau menyedikitkan makan.

Jika kita membaca Ta'lim Muta'alim bi Thariqit Ta'alum maka akan didapati bahwa makan itu jangan berlebihan karena bisa membuat ngantuk, hingga malas. Jika konteks dulu menghindari makan roti kering, anggur kering mungkin saat ini makanan berlemak dll yang dimaksud. Intinya bicara makanan memang unik dan sangat berpengaruh bagi kehidupan. Maka dari itu hal terpenting yang harus diperhatikan soal makanan adalah cara memperolehnya. Jika memperolehnya baik berpikir pula kandungannya. Selama makanan tidak dilarang oleh syariat maka diperbolehkan mengkonsumsinya.

Di dunia santri perayaan makan hanya di waktu tertentu misalnya idul adha atau ketika tasyakuran. Maka ada istilah makan, makanan, dan makan-makan. Makan-makan itulah yang selalu ditunggu oleh para santri. Di pesantren dikenal dengan mayoran atau talaman. Bahkan kadang ada guyonan makanan bergizi itu adalah berkat. Berkat berasal dari kata berkah karena memang selain isinya variatif juga banyak doanya.

Soal kantong pun santri memiliki dinamikanya sendiri. Misalnya ketika mereka banyak uang cenderung akan membeli makanan yang diinginkan. Begitulah santri tetap bersyukur sekali pun makan seadanya. Intinya makan bukan tentang dengan apa tapi dengan siapa. Mari kita belajar kepada makanan. Jangan sampai mencela makanan jika tidak suka maka biarkan jika suka makanlah.

the woks institute l rumah peradaban 7/6/23

Komentar

  1. Survei ini tidak berlaku bagi santri pondok modern atau anak kos golongan Borjuis.. heuheu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...