Woks
Dua hari sebelum saya meninggalkan sekolah di SD Islam Al Azhaar Tulungagung. Barangkali jagongan seru bersama Nyai Anik menjadi pertanda sekaligus petuah hidup bagi saya. Barangkali hal itu merupakan aspek alamiah antara seorang anak dengan ibunya. Jagongan kali ini nampak berbobot karena berbicara banyak hal terutama seputar hakikat hidup.
Secara jujur saya memang belum mengenal Nyai Anik secara mendalam. Yang jelas ketersambungan sanad dan nasab beliau dengan Syeikh Abdul Jalil Mustaqim menjadikan saya selalu terkesima dengan apa yang disampaikannya. Kali ini beliau menyampaikan banyak hal sebagai sangu untuk saya selepas berpamitan nanti. Beberapa hal itu di antaranya:
Persoalan gaji dalam sebuah lembaga atau instansi memang sawang-sinawang atau tidak bisa diprediksi lebih tepatnya penuh misteri. Beliau menerangkan bahwa bisa jadi rezeki yang banyak tapi tidak berkah tapi rezeki yang sedikit justru tak jua habis. Persoalan rezeki antara perempuan dan laki-laki memang berbeda bahkan bisa saja tak pernah cukup. Mungkin itulah sifat asli manusia. Akan tetapi hal itu juga bisa disikapi oleh pribadi masing-masing.
Beliau juga berpesan pada saya sesuai dawuh dari Romo Yai Jalil bahwa untuk menentukan sesuatu itu ojo kesusu alias jangan tergesa-gesa. Karena kadang-kadang yang tergesa-gesa itu tak lain merupakan dorongan nafsu bukan hati nurani. Maka dari berhati-hatilah dalam menentukan sebuah keputusan. Selanjutnya ojo meri alias jangan iri hati. Apalagi iri terhadap sesuatu yang materil misalnya kekayaan, pangkat jabatan atau lainnya. Irilah dengan kebaikan orang lain yang berharap kita bisa mengikuti jejak langkahnya. Terakhir adalah ojo thulul amal atau panjang angan-angan. Dalam kitab pun banyak dijelaskan bahwa panjang angan-angan itu merupakan penyakit hati.
Orang yang masih memikirkan besok jadi apa, makan apa trus bagaimana inilah yang bisa menjauhkan dari raja' (berharap) kepada Allah. Maka dari itu jika kita bepergian menimba ilmu tak usah khawatir besok jadi apa, lakukan saja yang terbaik. Beliau juga berpesan dari Abahnya jika kuliah jangan berniat mencari jabatan melainkan lillahi taala.
Selain bicara tentang hal itu beliau juga cerita tentang Syeikh Abdul Jalil Mustaqim. Dulu Abahnya Nyai Anik punya teman namanya Pak Maskun. Dia adalah seorang kejawen akan tetapi suatu ketika beliau diminta untuk nyuwuk Romo Yai Jalil. Ketika Romo Yai membuka mulutnya tiba-tiba Pak Maskun terkaget-kaget karena beliau melihat bola dunia dari dalam mulut Romo Yai. Seketika itu juga beliau langsung menyatakan diri sebagai murid.
Kata Nyai Anik dari suami beliau bahwa memandang guru mursyid itu tidak bisa disamakan dengan guru lainya. Kadang di hati muriddin sering timbul keraguan mengenai amaliyah ubudiyah keseharian beliau. Akan tetapi seiring berjalannya waktu ada saja jawaban yang tak terduga misalnya mengapa seorang mursyid merokok begitu banyak sehingga menimbulkan tanya. Ketika dijawab lebih baik ngrokok daripada memikirkan aib orang lain. Rokok itu hifdzul lisan, ngerekso lisan sedangkan orang yang selalu mencari kesalahan orang lain justru jauh dari salamatul qalb.
Selanjutnya jika guru mursyid berpenampilan nyeleng maka para murid tak usah mengikutinya. Kita belum sampai ke maqam tersebut, misalnya sang guru berambut gondrong berkucit itu secara dhohir tapi batin beliau selalu mengucit hatinya dari iri dengki pada orang lain atau lalai kepada Allah. Selanjutnya memfungsikan dzikir itu luar biasa. Karena dzikir adalah cara tercepat untuk wushul kepada Allah. Semakin banyak orang berdzikir semakin mereka fana, menyatu dengan kekasihnya.
Beliau pun menutup jagongan ini dengan pesan menyentuh untuk saya yaitu di mana pun tempatnya berpasrahlah pada Allah dan tetap semangat berjuang. Karena bagaimanapun juga semua sudah ada porsinya masing-masing dalam kehidupan.
the woks institute l rumah peradaban 29/9/22
Komentar
Posting Komentar