Woks
Ini adalah sesi kedua saya mengisi di Ma'had Al Jami'ah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Kali ini kita berbincang dengan pembahasan seputar literasi dan jurnalistik dasar. Pertama kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa jurnalistik bermuara dari literasi yang kapan hari sudah dibahas. Karena literasi adalah kemampuan atau keterampilan mengolah informasi maka hasil dari olahan itulah yang pada akhirnya akan menjadi output jurnalistik.
Dalam literasi kita mengenal dasarnya yaitu terdiri dari 6 elemen: baca tulis, sains, digital, numerasi, finansial, dan budaya kewarganegaraan. Dari 6 literasi dasar itulah barangkali baca tulis menjadi ruh utama dan ruang digital menjadi medan objek jurnalistik. Beberapa hal yang harus diketahui dalam objek digital tersebut yaitu output dari tulisan bisa media cetak dan ragam web menulis. Sedangkan visual adalah radio dan audio visual adalah televisi lalu di luar itu bisa menjadi kajian kinetik atau unsur lainnya seperti kebudayaan dan alat peraga.
Hal yang tak kalah pentingnya dalam melakoni pelatihan dan kajian jurnalistik adalah tradisi baca tulis. Di kalangan mahasiswa terutama mahasantri tentu salah satu dari literasi dasar ini harus sudah mapan atau minimal menuju ke sana. Minimal setiap hari kita tradisikan membaca, dntah bacaan apapun yang disukai. Karena baik itu jurnalistik maupun tugas yang ada di kuliah semua berkaitan dengan bacaan dan tulisan. Maka pantaslah bahwa membaca dan menulis adalah idealisme paling mahal yang dimiliki mahasiswa.
Lewat membaca berarti mahasiswa tengah menanam sedangkan dengan menulis berarti kita sedang memanen. Proses panjang menanan itulah yang akhirnya harus dipanen dan disebar ke semua orang. Termasuk ragam output jurnalistik yang pada akhirnya akan dipublikasikan. Berita yang diinformasikan tentu telah melewati serangkaian proses salah satunya editing dan publishing.
Jurnalistik selalu berkaitan dengan informasi dan cara mengolahnya harus dengan menulis. Maka dari itu menulis sebagai kemampuan utama harus menjadi kebiasaan sejak dini. Tanpa pembiasaan menulis akan sulit untuk diwujudkan. Misalnya kita sering mengikuti kegiatan seminar, workshop, short course hingga pelatihan berkaitan dengan menulis akan tetapi tidak pernah terlibat dalam praktek maka usaha itu akan sia-sia. Menulis adalah soal kemampuan untuk berlatih dengan terus mengasah diri tulisan akan jadi seiring proses tersebut.
Literasi sesungguhnya sangat luas tidak hanya soal menulis. Karena menurut Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono sebelum wafatnya beliau berkata bahwa pendidikan itu sendiri esensinya ada pada membaca. Jadi output pendidikan sebenarnya menjadi pembaca toh jika pun menjadi penulis itu hanya kepeleset saja. Mengapa membaca? karena membaca bermakna lebih luas dari sekadar menulis. Membaca tidak terpaku dengan buku akan tetapi bisa pada membaca waktu, keadaan, suasana, emosi, perilaku, peristiwa, gejolak politik hingga suara riuh di masyarakat. Sedangkan menulis adalah satu dari sekian usaha untuk memberikan informasi kepada khalayak.
Melalui pelatihan jurnalistik inilah saatnya kita menempa diri untuk terus berproses. Karena proses membutuhkan waktu lama maka nikmati saja. Lebih lagi seorang mahasiswa yang bergelut di dunia literasi bahwa kita memiliki visi yang sama yaitu education (mendidik), enlightenment (mencerahkan), dan empower (memberdayakan) potensi diri serta masyarakat.
the woks institute l rumah peradaban 11/9/22
Komentar
Posting Komentar