Langsung ke konten utama

Belajar Gender dari Ibu



Woko Utoro

Ibu pernah ditanya lebih baik mana memiliki anak perempuan atau laki-laki. Beliau menjawab laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting letak kasih sayangnya. Kata beliau laki-laki pun jika penuh kasih sayang kepada orang tua justru bernilai lebih.

Kata ibu penuh kasih sayang itu tidak ditentukan oleh gender. Termasuk kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh jenis kelamin melainkan akhlaknya. Baik buruk dan nilai seseorang juga bersandar tingginya penghormatan kepada sesama. Laki-laki dan perempuan bergantung pada karya dan kebermanfaatannya.

Bicara gender saya selalu belajar pada ibu. Bagi saya beliau mengilhami keseimbangan. Bahwa perempuan dan laki-laki akan mulia karena sikapnya sendiri. Maka dari itu keduanya perlu didorong untuk menjadi manusia yang bernilai. Manusia yang beradab salah satunya dengan pendidikan. Pendidikan dan ilmu memang menjadi penghias bagi keduanya. Tanpa ilmu manusia tak dapat diperhitungkan, tak dapat dipercaya.

Saya ingat ketika ibu memarahi anak laki-laki karena kasar terhadap perempuan. Beliau juga tidak segan-segan menjewer anak perempuan yang suka berkata kotor. Beliau juga selalu mendorong anak-anak untuk mengaji atau belajar. Bagi ibu semua anak-anak sama harus dididik dengan baik. Sebab mereka adalah aset masa depan. Berbeda dengan di jaman nabi di mana anak perempuan terdiskriminasi oleh budaya sendiri.

Anak perempuan dan laki-laki punya kesempatan yang sama untuk berproses dan sukses. Cuma jika di lapangan terletak perbedaan di antara keduanya hal itu memang kudrat. Jadi setiap kita hanya perlu memahami bahwa lelaki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi, berbagi peran dan memimpin. Kata ibu relasi keduanya yaitu tidak boleh saling merendahkan justru harus menjunjung tinggi.

Dalam hal status sosial di masyarakat ibu sangat benci pada mereka yang merasa paling tinggi. Perempuan jika kaya lebih suka menghina laki-laki. Sedangkan laki-laki jika kaya cenderung diskriminatif. Maka jika soal materi keduanya cenderung problematik. Hal itu terjadi karena keduanya tidak memahami inti kemanusiaan. Bahwa inti manusia bukan terletak pada materi melainkan ketakwaannya.

Ibu selalu berpesan jika kau laki-laki jadilah pohon atau payung yang meneduhkan. Jika kau perempuan jadilah permata yang menghiasi kegelapan. Atau dalam al Qur'an kalian bagaikan pakaian yang saling melindungi dan saling menghiasi. Keduanya sama-sama mulia di sisi Allah jika terus menjunjung tinggi nilai kemanusiaannya.

the woks institute l rumah peradaban 20/3/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...