Langsung ke konten utama

Masjid Arena Imajinasiku




Woko Utoro

Di saat Ramadhan masjid atau musholla dekat rumah selalu tak pernah sepi. Khususnya di malam hari suara orang tadarus mengalun merdu. Di sore harinya membran atau toa juga tak mau kalah menyiarkan qiroah merdu suara Kiai Muammar ZA yang melegenda. Suasana Ramadhan memang khas dan tak pernah dijumpai di luar bulan tersebut.

Di saat Ramadhan ingatan tentang masjid juga selalu memutar kembali akan nostalgia jaman bocah. Ya, masjid adalah tempat teristimewa di jaman itu. Jaman di mana gadget belum semasif saat ini. Ingatan di mana anak-anak berlari menjadi kucing dan anjing. Berputar-putar di serambi masjid nan luas. Kadang bermain peran hingga bermain gasing. Dunia anak memang penuh permainan.

Tidak hanya itu sarung-sarung menjelma tenda tempat persembunyian. Anak-anak menari, engklek hingga merangkak ala latihan militer. Semua dilakukan di masjid dengan segala fasilitasnya. Bahkan sesekali ketika lelah kami langsung tertidur di karpet masjid hingga tak tahu waktu. Di saat adzan tiba petugas marbot membangunkan sambil memukul beduk dengan kerasnya. Kami kadang terperanjat karena kaget. Atau sedikit marah tapi ingat sedang puasa.

Dari masjid kita menancapkan angan-angan masa depan. Masa di mana hidup tanpa beban dan penuh harapan. Rerata imajinasi anak-anak dulu sudah terbiasa menggapai hal yang jauh. Atau lebih tepatnya pikiran mereka telah melampaui jamanya. Berbeda dengan saat ini dunia berubah begitu cepat. Bahkan anak-anak seolah kesulitan melukis angannya sendiri. Padahal kata Einstein yang mahal itu imajinasi atau ide bukan hal lain.

Tentu saya tidak bisa membayangkan jika dulu kami tidak tidur di masjid. Mungkin saat ini lukisan imajinasi tersebut begitu abstrak. Bahkan esok hari di mana masjid akan kesepian. Anak-anak memilih alun-alun, pusat perbelanjaan atau arena hiburan di perkotaan daripada masjid nan teduh. Maka dari itu sebelum semua terjadi masjid memang harus berbenah. Masjid harus kembali akrab dengan anak-anak. Bukan malah sibuk berhias interior tapi abai akan kebutuhan anak.

Masjid justru semakin pongah karena pengurusnya lebih garang dari satpol PP. Alasannya melindungi barang berharga, agar tidak ada yang tidur di karpet atau terhindar dari guyonan anak-anak. Padahal itu semua yang kita butuhkan seperti halnya dulu dunia begitu indah karena suara anak-anak. Kata orang tua kiamat semakin dekat ketika suara anak-anak tidak lagi terdengar dari masjid. Anak dan masjid adalah aset masa depan.

Orang tua harus sadar bahwa kebutuhan akan bacaan atau membawa anak ke tempat bersejarah adalah sekian cara agar imajinasinya tumbuh. Jangan paksa anak-anak untuk mengerti kehidupan orang dewasa. Mereka terlalu dini untuk menyelami grammar atau kosa kata dewasa dengan alasan percepatan. Biarkan anak-anak tumbuh dengan alami sesuai dunianya. Dunia anak adalah bermain dan salah satu tempat yang tidak boleh jauh dari mereka adalah masjid. Jika sejak dini anak gandrung dengan masjid maka kelak ketika dewasa karakter mereka adalah sujud. Atau karakter yang hatinya terpaut kepada Tuhan.[]

the woks institute l rumah peradaban 1/4/24

Komentar

  1. Betul sekali. Masjid adalah tempat bascamp waktu saya kecil. Dulu bangunan dan interior masih sederhana. Dan penunggu masjid masih akrab dg kejenakaan anak2. Namun skrng, sudah jauh dari masa dulu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...