Woko Utoro
Ada anekdot apa perbedaan NU dan Muhammadiyah? Jawabanya sederhana yaitu di sufiks atau akhiranya. Misalnya jika MU mengenal tahlil tapi NU justru yang tahlilan. Jika MU mengerti maulid justru NU yang senang maulidan. Jika MU memahami manakib justru NU yang lebih sering manakiban dll.
Salah satu amaliyah Nahdliyyin yang diulas dalam tulisan ini adalah tahlilan. Tahlilan adalah tradisi di masyarakat yang gemar membaca kalimah thayyibah dalam berbagai aktivitas tradisi, sosial keagamaan. Biasanya tahlil dilaksanakan dalam upacara pasca wafatnya seseorang yaitu di hari ke 1-7, 40 hari, nyatus (100) hingga mendak nyewu 1000 hari. Tahlil juga sering digunakan dalam acara kirim doa, tasyakuran hingga ziarah kubur.
Lantas bagaimana tahlilan kita baca dalam perspektif psikologi. Dalam acara Dandhangan di Masjid Menara Kudus, Habib Husein Ja'far al Haddar menjelaskan bahwa tahlilan merupakan tradisi unik ulama kita. Menurut pengasuh Jeda Nulis dan Login itu tahlilan sangat psikologis sekali. Alasannya karena tahlil yang dilaksanakan dalam beberapa hari tersebut adalah bagian dari empati terhadap keluarga yang berduka. Dalam kata lain orang datang berdoa dan menemani selama mereka kehilangan keluarga yang dicintai.
Menurut Habib Ja'far bahkan di Bondowoso dulu ada tradisi orang berkumpul untuk membacakan doa dan tasyakur pada anak perempuan yang baru pertama haid. Salah satu tujuannya selain support juga menunjukkan bahwa seorang anak beranjak dewasa dan perlu bimbingan serta arahan orang tua. Bagi anak-anak harus tahu bahwa nyeri haid pertama itu tidak karuan. Maka dari itu wajar jika perempuan sering tidak stabil dalam urusan emosi.
Lanjut mengapa tahlilan begitu psikologis. Karena kita ketahui bahwa duka bagaimana pun keadaannya tetap saja pilu. Kehilangan memang menyesakkan dada. Di momen kehilangan itulah biasa selalu ada tangis sebagai respon alami tubuh. Bahkan jika terlalu dalam bisa menimbulkan depresi. Sehingga kehilangan akan selalu membutuhkan teman. Karena teman adalah obat dari kesepian. Hiburan dari peristiwa kedukaan. Maka tidak salah jika tahlilan diperlukan sebagai obat kehilangan.
Tahlilan mengupayakan orang lupa sejenak tentang berduga. Bukanya dilarang menangis justru tahlilan mendidik seseorang agar tahu diri. Kapan mereka bersedih dan kapan mereka sadar bahwa kematian adalah sebuah ketetapan. Walaupun kita tahu menerima kehilangan itu berat. Seperti kata Dr. Kübler-Ross bahwa orang berduka itu cenderung menyangkal, marah, menawar, depresi dan terakhir menerima. Penerimaan itulah yang tentunya butuh proses. Biasanya selepas 1000 hari kita baru terlupa itu pun akan teringat kembali di saat momen tertentu.
Mungkin saja kita memang membutuhkan sebuah tradisi semacam tahlilan. Karena melalui tahlilan yang mengundang tetangga tersebut harapnya kita tetap kuat, tetap tegar walaupun dirundung duka. Tahlilan mencoba untuk terus optimis dan tak hilang harapan. Karena esensi tahlilan adalah doa. Maka energi doa itulah yang akan menguatkan keluarga yang ditinggalkan.[]
the woks institute l rumah peradaban 22/3/24
Komentar
Posting Komentar