Langsung ke konten utama

Berbuka dengan Yang Manis




Woko Utoro

Salah satu hal menarik dalam ritual puasa adalah berbuka. Hal menarik pertama yaitu berbuka puasa disunnahkan disegerakan dan sahur diakhirkan. Selanjutnya berbuka memang menjadi yang harus disegerakan dalam Islam selain menguburkan jenazah, bayar hutang dan menikah. Berbuka memang menarik bahkan menjadi salah satu kabar gembira selain kenikmatan puncak yaitu bertemu Tuhan.

Ada redaksi unik terkait anjuran berbuka dengan yang manis. Apakah redaksi tersebut adalah hadits atau maqola Arab? Dari berbagai yang saya baca ternyata redaksi tersebut bukanlah hadits. Yang hadits itu lebih tepatnya berbunyi anjuran berbuka dengan kurma yang di sana terdapat rasa manis. Sedangkan jika kurma tidak dijumpai maka berbuka dengan air putih. Lantas bagaimana jika kecenderungan masyarakat yang sudah terlanjur mengira bahwa buka puasa harus dengan yang manis.

Di masyarakat begitu familiar berbuka dengan yang manis semacam kolak, es campur, puding, sirup atau panganan lain dengan rasa manis. Padahal dulu Nabi Sholallahu Alaihi Wassalam menganjurkan dengan kurma atau air putih. Menurut para pakar mengapa anjuran pada kurma. Karena dimaksudkan pada rasa manisnya. Sebab tubuh selama puasa kekurangan glukosa termasuk karbohidrat dan zat lain. Maka rasa manis dari kurma terjadi pembakaran dalam tubuh hingga mengubah menjadi energi.

Selanjutnya air putih dianggap sebagai zat yang mampu menetralkan suhu tubuh. Selama puasa bisa saja dehidrasi terjadi dan agar tubuh tidak kaget maka air putih disarankan diawal ketika berbuka sebelum mengkonsumsi menu lainnya. Dengan begitu jelas bahwa berbuka dengan yang manis adalah illat pada sesuatu semacam kurma yang mengandung rasa manis. Jadi rasa manis itu bisa diartikan di berbagai tradisi yang berlaku di suatu daerah.

Dalam konteks berbuka ini kita memiliki dua prinsip. Pertama, berbuka tidak harus dengan kurma. Karena kurma bersifat anjuran dan jika ingin mendapat kesunnahan memang lebih baik. Tapi tidak menutup kemungkinan jika mengkonsumsi panganan lain yang manis juga mengkiyaskan dari rasa kurma yang manis. Kedua, konsumsi berbuka apapun itu yang jelas harus sesuai porsinya. Segala apa yang dibutuhkan tubuh tidak berlebih-lebihan. Sebab puasa bukan ajang balas dendam melainkan belajar hidup berpola. Hidup yang memiliki prinsip dan tidak mencederai tubuh. Karena tubuh memiliki otonomi serta haknya tersendiri.[]

the woks institute l rumah peradaban 31/3/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...