Woko Utoro
Suatu hari seorang teman dengan percaya diri memamerkan mulutnya. Katanya bau mulut ini lebih wangi dari minyak misik. Ia begitu percaya diri karena memang sedang berpuasa. Lantas saya merenung apakah demikian? Sebab di beberapa kesempatan saya menemukan ada orang yang berpikir jika bau mulut orang puasa sama dengan wangi minyak misik maka makan saja jengkol atau petai agar semakin wangi.
Ternyata menurut Allah Yarham Prof Dr KH Ali Mustofa Ya'kub redaksi hadits yang memuat bau mulut orang berpuasa seperti bau minyak misik harus dibaca secara majazi (kiasan). Kata beliau ada beberapa hadits yang cara bacanya tidak leterlek seperti orang pada umumnya. Hadits tersebut yang kurang lebih berbunyi, "Sungguh mulut orang berpuasa lebih wangi menurut Allah daripada minyak misik" dapat diartikan dua hal.
Kiai Ali mengutip beberapa riwayat mengatakan bahwa mulut orang berpuasa lebih wangi dari minyak misik adalah dalam konteks akhirat. Jadi Allah langsung yang akan menilai puasa seseorang. Hal itu juga bermakna pahala orang berpuasa melebihi mereka yang memakai wewangian di hari Jum'at atau dua hari raya. Maka dikiaskan lebih dari wangi misik. Selanjutnya hadits tersebut dimaknai sebagai teks motivasi bahwa di akhirat kelak orang berpuasa mendapat pahala yang besar. Jadi orang berpuasa harus percaya diri walaupun dalam pandangan orang mulutnya bau tapi berbeda dalam pandangan Allah.
Yang menjadi catatan penting bahwa kita diperintahkan untuk menjaga agar mulut tetap bersih. Karena ajaran kebersihan juga merupakan buah keimanan yang tinggi. Jangan sampai karena ada redaksi mulut orang berpuasa mewangi seperti misik justru kita abai dengan tidak membersihkan selama berhari-hari. Jika demikian maka bisa kacau agama ini.
Saya hanya menambahkan bahwa mulut orang berpuasa lebih wangi dari misik bisa diartikan sebagai tarkul lisan. Artinya bahwa jika ingin mewangi seperti misik maka seseorang harus berkata baik, jujur, tidak misuh, tidak menyakiti saudaranya dll. Karena mana mungkin jika mulut kita ingin mewangi bak kesturi tapi masih berkata kotor itu tidak ada rumusnya. Oleh karena itu wangi tersebut diartikan sebagai menjaga lisan akan jauh lebih baik dari berkata tidak berfaedah. Maka hal tersebut berelasi dengan redaksi bahwa jika tidak mampu berkata baik, diam justru lebih baik.[]
the woks institute l rumah peradaban 29/3/24
Komentar
Posting Komentar