Langsung ke konten utama

Membukukan Biografi Tokoh Panutan




Woko Utoro


Suatu hari di sebuah acara perlombaan esai saya diminta mempresentasikan tulisan di depan juri. Peristiwa itu seingat saya tahun 2018 dan kebetulan saya mengambil tema pemikiran Gus Dur. Salah satu dewan juri bertanya, "Bagaimana anda memastikan jika pemikiran Gus Dur dapat terus relevan?".  Dengan mantap saya menjawab, "Selama pemikirannya terus dikaji dan nilai-nilai perjuangan dibukukan insyaallah akan relevan sepanjang jaman".


Sang juri pun hanya terdiam seraya menyudahi pertanyaan dari rangkaian presentasi tersebut. Akhir kata saya pun menempati posisi ke-3 dalam ajang lomba esai nasional merebutkan piala rektor tersebut. Intinya dari momen tersebut saya bertanya apakah ada pemikiran tokoh yang usang atau terhenti? Mungkin sepertinya ada tapi kita tidak mengetahuinya.


Salah satu hal agar pemikiran tokoh, ajaran, nilai, teladan dan petuahnya lebih lestari adalah dengan membukukannya. Buku catatan atau tulisan lebih bisa dipercaya daripada sekadar tradisi lisan yang hanya "katanya". Lewat buku itulah kita bisa menjadikannya rujukan. Buku juga bisa lebih mudah diakses oleh setiap pembaca. Buku seperti memiliki roh otoritatif yang saling melengkapi. Maka buku semacam biografi tentu sangatlah berharga.


Membuat buku pun tidak semudah yang kita kira. Tentu akan ada banyak rangkaian yang harus dilalui. Akan ada riset, wawancara, penggalian data baik dokumen maupun kesaksian orang. Dari itulah data terkumpul dan mulai menyusun. Itu pun pasti akan menemui kendala karena misalnya kekurangan data atau bukti otentik hilang. Jadi buku itu semacam barang ajaib yang membawa spirit tokoh seolah masih hidup. Dari buku itu kita akan bernostalgia dengan sepuasnya.


Selanjutnya agar tokoh panutan ajarannya lebih awet maka seringlah diperbincangkan dalam forum-forum. Kata Prof Ngainun Naim kebaikan akan terus lestari jika kita rajin mendiskusikannya. Sedangkan teladan tokoh tersebut diawetkan dengan pengamalan para murid-muridnya. Sepertinya halnya ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW, selama al Qur'an hadits masih dikaji dan diamalkan insyaallah nilai dan petunjuk hidup akan terus lestari. Maka dari itu sejak dini rajinlah mencatat kebaikan tokoh, bukukan dan diskusikan. Syukur-syukur amalkan teladannya dalam kehidupan.[]


the woks institute l rumah peradaban 4/3/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...