Woko Utoro
Setiap anak memiliki masa depan. Setiap anak mengikuti garis takdirnya tersendiri. Salah satu dari takdir dan masa depan adalah kemampuan memutuskan. Sebuah kemampuan yang hanya dapat dipertimbangkan bukan dipaksakan. Orang tua dan anak memiliki hak dan kewajibannya tersendiri.
Problem di lapangan masih ditemukan orang tua yang memaksa. Orang tua yang bermaksud mengarahkan tapi kebablasan. Sehingga anak tidak bebas dalam menentukan kehidupannya. Padahal setiap anak memiliki hak untuk diberikan kepercayaan dalam menjalani kehidupannya. Orang tua dan anak tentu memiliki garis takdir yang berbeda. Jadi jelas tidak ada paksaan dalam mendidik termasuk menentukan jalan hidup.
Saya melihat orang tua modern justru menerapkan metode pendidikan demoktaris. Artinya mereka memberi kebebasan (dalam tanda kutip) terkhusus untuk hal-hal yang positif. Kebebasan itulah yang bertendensi pada perihal kemajuan hidup. Sehingga dengan kesempatan memilih dan menentukan anak akan menjalani hidup sesuai hati nuraninya.
Keputusan memanglah sangat penting. Karena keputusan berkaitan dengan kepercayaan. Tidak setiap orang tua memberikan kepercayaan pada anaknya. Orang tua selalu menganggap anak adalah anak dan mereka belum dewasa. Maka dari itu anak akan terus diawasi sampai mereka benar-benar matang. Untung saja saya memiliki orang tua yang demokratis lagi mendukung.
Salah satu dukungan orang tua terutama ibu yaitu ketika saya memutuskan kuliah ke Tulungagung Jawa Timur. Umumnya orang tua terutama ibu akan sangat tidak tega jika ditinggalkan anaknya merantau. Terlebih misalnya saya memilih untuk menetap di kota rantau. Tapi ibu berbeda. Mungkin beliau terlalu sering mendapatkan pengetahuan dari diskusi bersama bapak. Ibu berprinsip jika setiap anak adalah elang terutama anak pertama.
Jika elang umumnya harus terbang. Bisa saja ibu meminta elang tinggal di rumah. Mungkin nampak begitu gagah. Tapi sungguh hal itu membuat elang susah. Elang hanya berdiam diri di antara sangkarnya. Maka dari itu biarlah ia terbang mengepakkan sayapnya. Kata ibu elang yang terbang tinggi justru mengembalikan pada fitrah aslinya. Tidak boleh dipaksa apalagi dikekang. Setinggi-tingginya elang terbang toh tak akan melupakan sarangnya.
Biarkan elang hidup menggapai cita-citanya. Elang harus menguji sayapnya menembus awan di langit, menaklukkan angin dan badai, menerobos panas dan hujan. Jika sudah demikian maka orang tua paham bahwa anak tetaplah anak. Mereka hidup sesuai zamannya bukan sesuai kehendak orang tua. Orang tua hanya mendidik, mengarahkan dan percaya akan visi misi hidup anaknya. []
The Woks Institute rumah peradaban 20/7/24
Komentar
Posting Komentar