Langsung ke konten utama

Merawat Hikmah Dengan Menulis Biografi




Woko Utoro

Senang rasanya bisa terlibat lagi dalam acara Ruang Inspirasi. Acara diskusi buku yang digagas oleh Komunitas Sahabat Pena Kita Pusat. Awalnya Mba Ekka Zahra Puspita yang bertindak sebagai moderator. Ternyata karena berhalangan akhirnya saya maju untuk menggantikan beliau. 

Dalam acara Ruang Inspirasi edisi ke-2 ini SPK Pusat menghadirkan Bapak Badrus Surur-Iyunk. Beliau merupakan guru SMA 1 Muhammadiyah Sumenep. Beliau juga merupakan penulis buku Cendekiawan Melintas Batas (70 Tahun Kiprah Prof Dr Syafiq A Mughni). Beliau juga menulis di berbagai media seperti IB Times, Suara Muhammadiyah, PWMU Co dan beberapa buku, seperti Matahari Di Balik Benteng Tradisi, Agar Imanku Semanis Madu, Nikmatnya Bersyukur dll. 

Pak Badrus memang termasuk seorang penulis yang produktif. Buku Cendekiawan Melintas Batas (70 Tahun Kiprah Prof Dr Syafiq A Mughni) salah satu karya besar beliau. Buku tersebut tidak begitu sulit dibuat karena memang Prof Syafiq dan Pak Badrus berasal dari daerah yang sama yaitu Paciran Lamongan juga masih tergolong saudara. Selain itu sosok besar seperti Prof Syafiq memang tidak sulit mencari literatur bahkan buku tersebut murni kisah dari Prof Syafiq sendiri. 

Dalam pemaparannya Pak Badrus menjelaskan banyak hal terutama soal penulisan biografi. Kata Pak Badrus banyak orang yang inspiratif di sekitar kita maka perlulah untuk dituliskan kiprahnya. Setelah mendapat izin langsung saja setelah itu ditulis. Barangkali di masa mendatang tulisan tersebut sangat bermanfaat. Tips menulis biografi adalah biarkan tokoh utama bicara sendiri. Jadi penulis diusahakan jangan mengintervensi apa yang ingin sampaikan narasumber. 

Keunggulan menulis biografi yaitu penulis akan lebih dekat dengan narasumber, merawat spirit hidup, dan melestarikan hikmah. Sosok seperti Prof Syafiq salah satunya yang merupakan pribadi rendah hati, bersahaja, toleran dan bergaul lintas batas. Prof Syafiq yang juga ketua PP Muhammadiyah dan guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya tentu sangat layak untuk ditulis rekam jejak hidupnya. Terlebih beliau anak orang biasa dari Lamongan tapi mampu kuliah di Amerika Serikat bahkan sudah keliling 100 lebih negara di dunia. 

Demikian sekelumit kisah di mana jika kita menuliskannya akan lebih baik. Karena memang kebaikan itu harus lestari dan dilestarikan. Salah satu cara merawat kebaikan adalah dengan menuliskannya. Jika sudah ditulis dua kemungkinan pasti terjadi yaitu tetap atau berkembang. []

The Woks Institute rumah peradaban 30/7/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus....

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan...