Langsung ke konten utama

Catatan Kopdar 11 Bondowoso : SPK dan Guidance Istiqomah (3)




Woko Utoro

Ketika perjalanan pulang sesampainya di kampus UIN SATU saya iseng bertanya pada Pak Supri, apa hal paling berkesan dari Kopdar 11 Bondowoso. Pak Supri menjawab, bertemu dengan kyai pengasuh pondok. Jawaban Pak Supri tentu sama dengan apa yang saya rasakan. Sebagai anak pondok bertemu sosok seperti KH Masruri Abdul Muhit adalah sebuah momentum langka. Maka pertemuan tersebut merupakan hal spesial terkhusus untuk saya pribadi. Terlebih ketika Ndan Agus mendorong saya untuk minta ijazah pada kyai seputar ilmu dan jodoh. Ini yang membuat kami tertawa haha. 

Nama KH Masruri Abdul Muhit bukan kali pertama tapi saya sudah mendengar sejak lama. Akan tetapi baru kali ini kami bisa bersua sedekat itu bersama beliau. Perihal pengasuh Ponpes Darul Istiqomah Bondowoso itu saya sering mendengar cerita dari Prof Ngainun Naim bahwa ada kyai yang suka menulis. Beliau membahasakan, "Kyai ne nulis dewe, nerbitne dewe, mungkin ya diwoco dewe". Mendengar hal itu saya sering tertawa terpingkal-pingkal. Kyai tersebut tak lain adalah KH Masruri Abdul Muhit. 

Di tengah sorak sorai kelucuan justru ada dua kalimat yang menggetarkan. Pertama dawuh KH Masruri yaitu, "SPK harus ada, harus tetap jalan". Kedua kata-kata dari Pak Febry, "Saya sedih beberapa orang yang mengajak bergabung dan bahkan guru saya sendiri, sosok inspirator menulis jjustru keluar satu persatu dari SPK".

Kata-kata itulah yang sampai hari ini membuat saya berpikir keras apakah soal rasa nyaman, alur pemikiran atau bahkan kebutuhan. Saya tentu tidak tahu. Yang jelas pesa menyentuh KH Masruri dan Pak Febry menjadi pekerjaan kita bersama agar SPK tetap eksis dan berjalan. Salah satu pelajaran itu diambil dari nama pondok yaitu Darul Istiqomah. 




Bagi saya inilah tempat atau pintu gerbang di mana SPK harus kembali ke rahim awalnya yaitu mentradisikan menulis dan merajut persaudaraan. Dengan begitu suara-suara sumbang dari luar bisa diredam. Kita hanya perlu fokus, madep mantep istiqomah. Jika menulis ya menulis. Jika soal berdagang ya berdagang. Artinya kita mengisi pos masing-masing sesuai dengan kemampuan. 

Yang jelas pesan menyentuh KH Masruri dan Pak Febry tentang SPK yaitu bahwa membangun itu sama sulitnya dengan mempertahankan. Sehingga hal yang sudah dibangun lebih dari 7 setengah tahun ini perlu dipupuk dengan baik. Meruntuhkan itu paling mudah sedangkan kita perlu kekuatan dan keikhlasan dalam hal mempertahankan. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus....

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan...