Langsung ke konten utama

Mood Booster dan Support System




Woko Utoro

Setiap orang pernah di posisi terendah dalam hidup. Titik terendah itulah mengharuskan seseorang menghadapinya sendiri. Tentu sesuai dengan kemampuan naturalnya. Titik terendah orang tua misalnya ketika anaknya sakit. Di posisi itulah orang tua begitu campur aduk, resah gelisah, cemas dan khawatir. Bahkan sering berkata jika saja rasa sakit dapat dipindahkan maka mereka selalu bersiap memikulnya. 

Titik terendah seorang anak misalnya ketika mereka ditinggal pergi orang tuanya. Bisa dibayangkan orang terkasih pergi untuk selamanya. Betapa hancurnya hati seorang anak di saat orang tersayang, orang yang melahirkan dan membesarkan mereka berpulang untuk selamanya. Tentu rasanya tak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Titik seperti itulah yang anak muda menyebutnya ambyar. Sebuah perasaan yang menguras emosi. 

Secara psikologis kehilangan atau ketidakberdayaan hidup mengharuskan seseorang menghadapi secara mandiri. Posisi tidak menguntungkan itu yang memaksa seseorang bertahan. Atau memilih untuk mencari motivasi agar hidup terus berjalan. Di dalam tragedi pilu kehilangan mengharuskan seseorang memiliki mood booster atau penyemangat. Karena setiap orang sejatinya tidak bisa berdiri sendiri. Maka kadang kala kehadiran orang lain sangat dibutuhkan. 

Tidak hanya teman kadang aktivitas harian pun mampu menjadi mood booster. Misalnya memancing, menonton film, bermusik, menyanyi, baca buku, menulis hingga traveling juga mampu menjadi obat. Karena bagaimanapun juga traumatis itu berat jika tidak kita sendiri yang melawannya. 

Kita mengenal istilah support system atau orang yang siap membantu dan memberikan dukungan dalam berbagai situasi kehidupan. Dukungan tersebut tentu tersedia dalam berbagai hal bahkan hadir saja sudah lebih dari cukup. Kehadiran orang lain misalnya sahabat, teman organisasi hingga orang terdekat memang selalu dibutuhkan. Karena kehadiran mereka menjadi mood booster agar kita tetap kuat dan optimis. 

Sejak dulu kehidupan memang begitu. Seperti permainan dadu kadang menang kalah, untung dan rugi. Kita tidak tahu di titik mana, atas bawah, tinggi rendah atau sedih dan bahagia. Titik-titik itulah yang tentu terjadi di luar kendali manusia. Semua sudah tertulis dalam suratan takdir. Tinggal bagaimana seseorang mengadapi dengan elegan dan dewasa. Satu di antara banyak rumus menghadapi ketidakberdayaan adalah menyerahkan sepenuhnya pada Tuhan. Bahwa di setiap musibah selalu terselip hikmah. 

Jika posisi itu tiba kita hanya bisa menciptakan sendiri mood booster atau support system. Tujuan utamanya tentu sebagai motivasi diri bahwa hidup layak dijalani. Bahwa keterpurukan atau kondisi down harus segara diakhiri. Sebagai mahluk berpikir tentu manusia dibekali segudang cara agar hidup lebih berarti. Kadang bisa sangat mungkin kehilangan adalah cara agar seseorang menjadi dewasa, tahan uji, tahan banting dan bersiap menapaki derajat lebih tinggi. []

The Woks Institute rumah peradaban 27/7/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...