Langsung ke konten utama

Postingan

Lebaran dan Alasan Mengapa Harus Pulang

Woko Utoro  Salah satu alasan mengapa Kanjeng Nabi Muhammad SAW ingin kembali ke Mekah saat beliau tinggal di Madinah. Tak lain faktor itu adalah kerinduan. Maka dari itu alasan utama orang pulang ke kampung halaman adalah kerinduan. Selain itu kembali ke muasal adalah alasan utama. Tapi bagi Sartre pulang adalah pilihan. Karena ketupat barangkali alasan sekaligus fakta. Walaupun kadang kepulangan kita ke kampung halaman selalu menyisakan kecemasan. Akan tetapi pulang adalah jalan mengerti dan menanam prinsip sejak dini. Seperti halnya ketika ditanya "Kapan nikah?" kata Nietzsche, "Manusia unggul selalu punya cara untuk tidak tunduk pada konstruksi sosial". Senada dengan Nietzsche, Kierkegaard juga mengatakan bahwa pulang bukan soal tempat tapi tentang keberanian untuk memilih. Jadi jelas sebenarnya tanpa harus ada alasan selama berkesempatan pulang adalah hal wajib. Bagi Plato misalnya, pulang adalah perjumpaan dengan kesejatian. Karena selama masih mengembara bera...
Postingan terbaru

Lebaran : Tentang Tradisi Maaf Yang Khas

Woko Utoro  Memaafkan merupakan ajaran Al Qur'an. Begitu pula yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW jika sesama saudara masih menyimpan dendam maka tak akan mencium bau surga. Kata Gus Dur, maaf mungkin tidak dapat merubah masa lalu tapi maaf menyediakan masa depan. Maaf mungkin mudah diucapkan tapi sulit untuk direalisasikan terutama soal aspek batin. Untung saja di Indonesia khususnya Jawa maaf ini justru terlembagakan dalam tradisi lebaran atau halal bi halal. Tradisi tersebut mewadahi sekaligus memaksa orang yang kesulitan memaafkan. Yang sejatinya meminta dan memberi maaf keduanya sama-sama mulia. Bahkan dalam disiplin ilmu psikologi saling memaafkan akan menyehatkan aspek mental. Menurut penelitian juga disebutkan jika orang yang sukar memberi maaf lebih mudah ambruk diterpa stress. Di sinilah menariknya bahwa maaf itu bukan tentang idealisme tapi berkaitan itikad baik berdamai sejenak. Bahwa hidup tak selamanya sempurna. Atau dalam makna tak ada gading yang retak maka manusi...

Tradisi Hantaran Yang Tak Lekang Oleh Waktu

Woko Utoro Saat di rumah salah satu hal yang dirindukan adalah hantaran. Tradisi ini sudah lahir sejak jaman dulu. Percisnya saya tidak tahu, hanya kata orang tua pasca kemerdekaan tradisi hantaran sudah dikenal. Hantaran dibagi jadi 2 yaitu untuk acara pernikahan dan jelang lebaran. Secara teknis hantaran memiliki kesamaan makna yaitu pemberian yang tujuannya mempererat silaturrahmi, saling berbagi dan pastinya, menyemai kebahagiaan. Jika hantaran pernikahan terdiri dari jajanan, makanan dan parsel. Sedangkan hantaran jelang Ramadhan terdiri atas makanan khas yaitu berupa nasi dan olahan daging sapi. Hantaran lebaran uniknya di masak sendiri. Setelah masak lalu dihantarkan ke tetangga. Dengan piring kecil berisi nasi dan semur daging sapi plus kentang hantaran disajikan. Ketika hantaran sudah disampaikan itu tanda bahwa kita berlebaran. Setelah tetangga yang diberi hantaran akan membalasnya. Waktu hantaran sendiri biasanya H-5 jelang lebaran. Biasanya menjadi pengantar zakat fitrah. T...

Mudik : Memastikan Rindu Baik-baik Saja

Woko Utoro  Saat kota metropolis membuai, melupakan kesadaran mudik hadir tepat waktu. Mudik bukan sekadar pulang atau menunjukkan status akan keberhasilan. Mudik justru bagian penting dalam tradisi masyarakat yang rindu akan orang tua, kampung halaman, silaturahmi dan kenangan masa kecil. Sehingga dari itu mudik adalah cara berkabar pada waktu yang lama ditinggalkan. Mudik menjadi denyut nadi yang terus berdetak di masyarakat. Karena dalam mudik terdapat ramuan di mana orang merindu akan kolektivitas, kebersamaan, kesederhanaan dan kekeluargaan. Eko Yudi Prasetyo (2025) menyebut mudik sebagai ziarah eksistensial. Dengan alasan ada semacam emosi serta kesadaran yang selalu terhubung walaupun jauh dari kota yang kering dan kejam. Mudik membuat manusia bertanya siapa kita, dari mana, dan hendak kemana? Bukankah pertanyaan itu sangat batiniah. Yang jawabannya hanya dapat ditemukan ketika kita kembali (mudik). Mudik juga menjadi sarana penyembuhan. Di saat manusia sibuk oleh urbanisasi dan...

Mudik : Menyulam Rindu

Woko Utoro  Tak ada orang yang ingin pergi. Sebenarnya pulang adalah keinginan utama. Itulah esensi dari mudik. Ketika orang berada di rantau sebenarnya ada hal yang terkelupas atau bolong. Maka mudik adalah cara untuk menambal kerinduan yang lama jauh. Begitulah rindu hanya akan diketahui saat dunia berjarak. Jarak akan memberikan arti tentang sebuah kerinduan sejati. Lewat tradisi mudik kita belajar bukan tentang logistik, THR atau kendaraan dan baju baru. Mudik justru sebaliknya merupakan sebuah ungkapan bahwa sejauh apapun pulang adalah tujuan utama. Hal itu menurut Eko Yudi Prasetyo (2025) bagian dari ziarah batin. Dalam arti jarak dan lamanya waktu di kota, mudik adalah jawaban jika kita masih tetap seorang anak desa. Bahkan apapun status dan jabatan saat pulang ke rumah kita adalah anak bapak ibu. Aroma kampung halaman akan membuat kita tetap rendah hati. Bahwa keberhasilan apapun di kota toh semua bukan semata usaha kita. Melainkan adalah benang yang saling bertalian yaitu jara...

Islam dan Kolonialisme

Woko Utoro Anda tahu bahwa di manapun tempatnya praktek-praktek kolonialisme adalah berdosa. Kolonialisme adalah setan-setan yang berdiri di atas kuasa kepentingan demi tujuan merampok harta benda, memonopoli sumberdaya, memperbudak hingga pembodohan dan pembunuhan. Salah satu pembodohan produk kolonialisme adalah menebar ketakutan dan ancaman. Ketakutan dan ancaman itu ironisnya ditebar dengan prinsip mengambil ikan di air keruh. Mereka mendapat ikan dan keruhnya air dialamatkan ke objek lainnya. Atau paling tepat lempar batu sembunyi tangan. Jika ditarik ke konteks kekinian praktek kolonialisme masih tercium menyengat. Bahkan teror tersebut akan terus lestari sekalipun jaman silih berganti. Terbaru teror kepala babi dan tikus ke kantor redaksi Tempo. Praktek demikian tentu cara lama dan kampungan sekaligus pecundang. Yang tujuannya untuk mengancam tapi pelaku menyembunyikan data dirinya. Praktek demikian tentu bukan kali ini saja tapi sudah subur terutama di akhir abad 19 terkhusus p...

Menimbang Kegelapan Pada Diri

Woko Utoro Imam Ghozali pernah berkata bahwa hati manusia serupa rumah. Di sana terdapat resah, gelisah, tangis, bahagia dan suka cita. Tinggal perasaan mana yang akan bersemayam di sana. Dari perkataan itu kita tinjau secara psikologis bahwa hati memang alat kontrol yang menampung segala macam perasaan. Perasaan itu tentu bisa berdampak pada perilaku. Jika perilaku itu baik mungkin keuntungan bagi kita. Tapi sebaliknya jika menjadi laku buruk maka kerugian bagi kita. Hanya saja kadang kita lebih mudah menyalahkan laku buruk tersebut. Laku buruk sering juga disebut sisi gelap manusia. Sebuah sisi yang tidak bisa dihindari kecuali mereka yang mampu mengelola emosi. Mereka yang mampu mengontrol nafsu adalah manusia kuat. Kata Nabi Muhammad SAW, kekuatan bukan terletak pada otot melainkan bisa menahan amarah. Bicara emosi juga bicara nafsu. Emosi dalam bahasa psikologi sedangkan nafsu dikenal dalam tradisi agama. Keduanya sama-sama mewarnai kondisi hati hingga menjadi laku. Oleh karena it...