Woko Utoro Hampir setiap pagi selepas mengajar saya selalu dapati seorang driver ojek online (Ojol) melaksanakan shalat dhuha. Entah apa motivasi beliau melakukan shalat sunnah dhuha tersebut. Yang jelas dalam hati saya berkata, "Kok ada orang serajin itu di tengah aktivitas harian masih menyempatkan melaksanakan ibadah sunnah". Saya pun penasaran dengan driver paruh baya tersebut. Saya melihat apa yang dilakukannya hampir dikata istiqomah. Pasalnya setiap saya berada di masjid itu hampir orang tersebut selalu ada. Tidak hanya shalat dhuha si bapak pun memutar tasbihnya begitu lama. Ketika akan berangkat narik sesekali ia masukan beberapa uang lembar ke dalam kotak amal. Saya berpikir ternyata masih ada orang istimewa di tengah kita. Yaitu orang-orang yang tersembunyi dan jauh dari hingar-bingar dunia. Hal itu percis saya temui mungkin sekitar 6 tahun lalu ketika rihlah ke Surabaya. Di sana saya dapati seorang pemuda dengan telaten mengajari anak-anak kecil mengaji Iqra. Pad
Woko Utoro Saya pernah ditanya enak mana mengajar mahasiswa atau anak-anak. Saya tentu menjawab yang kedua. Mahasiswa mungkin mudah untuk diajak diskusi dan tidak membuat gaduh. Tapi anak-anak lebih mengasyikkan dan penuh tantangan. Selain itu dunia anak selalu menyuguhkan hal-hal tak terduga. Misalnya kelucuan, keluguan, natural dan suka usil atau iseng. Mungkin dunia anak lebih melelahkan dan perlu energi berganda dalam menghadapinya. Tapi hal itu lebih dimaknai sebagai kepolosan atau ketidaktahuan. Akan tetapi kadang ada juga mahasiswa yang bersikap seperti kekanak-kanakan dan hal itu yang lebih menyedihkan. Maka saya sering berpikir untuk tidak ingin jauh dari mereka dunia anak. Bicara tidak ingin jauh dari anak-anak kita tentu ingat kisah luar biasa yang hampir serupa yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Kita tahu tentu kasih dan sayangnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW seluas samudera bahkan lebih. Bayangkan saja di akhir hayat beliau menyebut-nyebut nama umatnya. Dalam tafsir