Langsung ke konten utama

Postingan

Tak Ingin Dipisahkan Dari Umat

Woko Utoro Saya pernah ditanya enak mana mengajar mahasiswa atau anak-anak. Saya tentu menjawab yang kedua. Mahasiswa mungkin mudah untuk diajak diskusi dan tidak membuat gaduh. Tapi anak-anak lebih mengasyikkan dan penuh tantangan. Selain itu dunia anak selalu menyuguhkan hal-hal tak terduga. Misalnya kelucuan, keluguan, natural dan suka usil atau iseng. Mungkin dunia anak lebih melelahkan dan perlu energi berganda dalam menghadapinya. Tapi hal itu lebih dimaknai sebagai kepolosan atau ketidaktahuan. Akan tetapi kadang ada juga mahasiswa yang bersikap seperti kekanak-kanakan dan hal itu yang lebih menyedihkan. Maka saya sering berpikir untuk tidak ingin jauh dari mereka dunia anak. Bicara tidak ingin jauh dari anak-anak kita tentu ingat kisah luar biasa yang hampir serupa yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Kita tahu tentu kasih dan sayangnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW seluas samudera bahkan lebih. Bayangkan saja di akhir hayat beliau menyebut-nyebut nama umatnya. Dalam tafsir
Postingan terbaru

Meneruskan Pesan Abah Sholeh Perihal Dzikir Jahr

Woko Utoro  Di tengah-tengah ngaji kitab Tafsir Jalalain, Abah Sholeh menghentikan pengajian sejenak seraya memberi pesan. Beliau menginstruksikan agar para santri melaksanakan dzikir jahr setelah shalat fardu. Bahkan bila perlu membaca Qur'an dengan suara keras juga tidak masalah. Apa yang beliau instruksikan bukan tanpa alasan. Justru hal itu berdasarkan dawuh KH Zainuddin Djazuli ketika masih hidup bahwa dzikir itu kalau bisa yang keras (jahr) agar tidak dikira tidur oleh malaikat. Apalagi jika di Ploso memiliki tradisi membaca ayat kursi dengan lantang. Jika satu orang membaca ayat kursi bisa menjadi tameng gaib bayangkan jika 13.000 santri membaca ayat yang sama. Bagaimana berkahnya pondok dan tentunya bisa menjadi wasilah keselamatan untuk semua penghuninya. Demikianlah pesan beliau tentang dzikir jahr. Berdasarkan hal itu saya pun mencari tahu. Ternyata dzikir jahr bisa diartikan dengan suara keras, lantang, nyaring dll. Dzikir jahr bisa ditemukan dalam Kitab Miftahus Shudur

Spektrum

Woko Utoro Setiap orang punya masalah. Setiap orang juga dibekali bagaimana cara menghadapi masalah. Tapi tidak semua orang mengerti bagaimana menyikapi masalah. Besar atau kecil masalah tetaplah harus diselesaikan. Barangkali itulah cara agar kita menjadi dewasa.  Di hadapan masalah perempuan cenderung bercerita sampai memilih menangis. Sedangkan di depan masalah laki-laki cenderung berdiam, menepi hingga menulis. Itulah sekian cara sekaligus perbedaan mengapa laki-laki dan perempuan tercipta begitu unik. Mereka memilih medianya sendiri untuk memecah kebuntuan. Dalam ilmu psikologi keberadaan media itu disebut katarsis.  Katarsis adalah kemampuan seseorang menyalurkan emosinya. Baik itu bernilai positif atau negatif yang jelas melalui kesadaran manusia diberi kemampuan memilih. Salah satu media penyalur emosi adalah dengan menulis puisi. Entah diyakini atau tidak menulis puisi mampu setidaknya menenangkan pikiran yang sedang kalut. Walaupun di beberapa kesempatan sebagian orang menola

Memaknai Jalan dan Ketersesatan

Woko Utoro Pernah dengar anekdot mengapa kiai/gus ada yang sedikit mbeling. Ternyata jawabannya kata Gus Dur, karena mereka mengerti caranya bertaubat. Pertanyaan itu senada dengan, mengapa huffadz Qur'an ngajinya begitu cepat. Lagi-lagi jawabannya berkaitan dengan jalan. Penghafal Al-Qur'an saking mengertinya isi dan ayat Qur'an maka mereka tahu caranya ngebut. Bicara jalan tentu berkaitan dengan pengetahuan dan jam terbang. Orang yang pengetahuannya luas tak akan takut tersesat. Orang yang jam terbangnya tinggi tak akan pernah ragu menentukan keputusan. Contoh lain misalnya pembalap mengapa seolah putus urat takutnya sedangkan yang ada hanya keberanian. Tentu hal itu berdasarkan pengetahuan, teknik, penguasaan medan dan pastinya jam terbang. Bukankah pengalaman adalah guru terbaik. Berkaitan dengan hal itu tentu banyak sekali contohnya. Misalnya lagi sopir angkutan umum yang menantang maut dengan kecepatan tingginya itu pun akibat dari panjangnya perjalanan. Semakin merek

Memaknai Hadiah Dalam Islam

  Woko Utoro  Bicara tentang hadiah tentu menjadi pembahasan yang menarik dalam Islam. Hadiah menjadi salah satu isyarat agar sesama manusia berkasih sayang. Hal itu senada dengan pesan Nabi Muhammad SAW bahwa memberi hadiahlah kamu agar saling mencintai (HR. Bukhari). Adapun hukum memberi hadiah adalah mubah bahkan bisa juga sunnah. Jika kita analisis hadiah dari berbagai perspektif tentu akan sangat menarik. Misalnya siapa orang yang tidak suka hadiah. Bukankah hadiah itu selalu menyuguhkan kejutan. Terlebih datangnya memang selalu tak terduga. Maka dari itu hadiah ditinjau secara psikologis akan membawa dampak yang positif. Orang yang memberi dan menerima hadiah cenderung memiliki mindfulness atau pancaran energi positif. Secara sosial saling memberi hadiah berpengaruh pada berbagai aspek terutama komunikasi dan kepercayaan. Orang-orang yang saling memberi hadiah cenderung memiliki ikatan emosional yang kuat. Selain itu perihal hadiah kita juga belajar akan arti kepedulian, apresias

Aforisme Gus Baha

Woko Utoro  Jika mengikuti kajian Gus Baha kita bisa mendapat segudang ilmu baru. Bagi sebagian orang kajian Gus Baha itu terlalu tinggi. Tapi jika dihayati ada banyak hal keseharian yang membuat kita mikir. Di sanalah logika dan perasaan bercampur. Tapi intinya ada gelak tawa sekaligus membuat kita cerdas. Misalnya, orang mengkaji tafsir itu sulit, njlimet. Sedangkan yang menghindari perkara sulit dan njlimet itu orang cerdas apa bodoh? Ya cerdas, jawabnya. Maka dari itu kita ini orang bodoh karena nekuni perkara yang sulit. Di bagian ini kami pun sering tertawa wkwk. Ada lagi yang lainnya dan sangat cocok buat kita orang awam. Contohnya: orang yang mengkafirkan لا إله إلاّ اللّه itu aneh. Wong jelas-jelas dengan kalimat itu orang kafir 70 tahun saja bisa terhapus dosanya. Masa dengan kalimat yang sama kita jadi kafir. Padahal kalimat tersebut adalah miftahul jannah (kuncinya surga). Orang itu aneh masa tahlilan dibid'ahkan, disalahkan, sampai disyirikan. Padahal kalimat لا إله إ

Membaca Menambang Ide

Woko Utoro Dalam hal apapun yang tersulit adalah memulai. Termasuk perihal menulis jika hanya bersifat angan-angan maka nampaknya sangat sulit. Padahal jika sudah dimulai justru akan ada kemudahan. Mungkin inilah tabiat asli manusia yang hidup dalam bayang-bayang prasangka. Padahal prasangka dan fakta sangat jauh berbeda. Menulis itu sulit bagi mereka yang belum mencoba. Menulis itu mudah bagi mereka yang sering uji coba. Menulis itu susah-susah gampang bagi kita yang setengah-setengah. Intinya dalam hal apapun selalu menyuguhkan segala kondisi. Baik buruk, susah gampang semua tersedia sebagai cara agar kita tahan uji. Jika ujian itu terlewati maka kita siap sedia andai ujian lain tidak. Salah satu ujian menulis adalah hilangnya mood, kekurangan ide, tak ada inspirasi hingga terburu-buru. Padahal banyak penulis kondang berpesan bahwa tak ada sesuatu dihasilkan secara instan. Kata Jokpin semua hal baik justru kadang membutuhkan waktu dan proses lama termasuk tulisan. Kita tidak bisa men