Langsung ke konten utama

Dimanapun Jadilah Aktivis




Woko Utoro 

HOS Tjokroaminoto pernah berkata pada Bung Karno muda, "Jika ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator". Apa yang dikatakan HOS Tjokroaminoto tentu sangat berkesan dan menancap di hati Bung Karno. Hingga seperti yang kita tahu Bung Karno menjadi proklamator bangsa sekaligus presiden pertama Indonesia.

Apa yang disampaikan HOS Tjokroaminoto sebenarnya memiliki arti jadilah aktivis. Dalam arti seseorang yang memperjuangkan sesuatu demi tujuan kemaslahatan. Atau mempertanyakan, membongkar hingga bergerak mendobrak kemapanan elit atas tindakan yang merugikan rakyat.

Sebelum berjuang untuk orang lain kita berjuang dulu menempa diri. Karena perjuangan itu membutuhkan pengorbanan. Bahkan pengorbanan itu melebihi uang hingga nyawa. Seorang aktivis ibarat turun ke medan juang. Mereka memerlukan perbekalan dalam usaha perjuangannya.

Dewasa ini menjadi aktivis itu disalahartikan. Orang hanya tahu jika aktivis adalah mereka yang suka turun ke jalan alias demo. Padahal salah besar dan bukan itu saja tugas mereka. Menurut Pamela Olever (1992) aktivis adalah orang yang memiliki cukup kepedulian terhadap beragam problem, dan siap bergerak untuk mencapai tujuan yang mereka yakini. Maka dari itu, pada akhirnya aktivis adalah mereka yang memiliki niat mulia dengan keberanian dan kepedulian mengangkat isu-isu sosial.

Menjadi aktivis apapun adalah kewajiban atas kesadaran individu. Artinya bahwa setiap orang yang sadar akan peran serta tugasnya maka lebih mendorong untuk peduli. Aktivis keagamaan, sosial, lingkungan, literasi, hingga budaya dan demokrasi juga merupakan panggilan jiwa. Tanpa kesadaran untuk berbuat, bertindak maka dunia semakin tak terkendali. Dari itulah aktivisme sebenarnya adalah jalan yang ditempuh oleh sebagian orang tak berhenti peduli. Tanpa kepedulian dunia akan semakin terasing, layu bahkan mati. Lantas jadilah aktivis dan hidupkan terus dunia setidaknya seribu tahun lagi.[]

the woks institute l rumah peradaban 9/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...