Langsung ke konten utama

Kritik dan Etika Sosial 3





Woko Utoro 

Mengapa kekuasaan begitu khawatir dengan kritik. Padahal jika mereka di jalur yang benar tak usahlah bising dengan kritikan. Karena bagaimanapun juga kebaikan orang pasti ada celah dikritik lebih lagi pada keburukan. Siapa pula yang bisa meyakinkan banyak orang terlebih pada sebuah kepemimpinan.

Kata Radhar Panca Dahana negara ini dalam keadaan chaos. Sehingga memungkinkan orang mengkritik agar mengembalikan ke rel awalnya. Ada ungkapan jika kekuasaan alergi terhadap kritik maka pasti ada yang tidak beres. Kritik dilancarkan agar penguasa sadar bahwa mereka perlu diinsyafkan. Bahwa kadang kursi jabatan mudah membuat orang terlena. Bahwa mobil mentereng, ragam proyek dan popularitas adalah batu sandungan. Nah kritik bekerja ibarat alarm atau bahkan cambuk buat mereka agar tau diri. Bahwa semua berasal dari rakyat untuk rakyat bukan untuk saku pribadi.

Jika kritik selalu dianggap subversif maka dengan etika mana lagi cara agar penguasa sadar diri. Bukankah rakyat yang baik juga berelasi dengan pemimpin yang amanah. Sehingga jika penguasa sudah lupa akan janji kesejahteraan dan keadilan maka kritik menjelma perlawanan. Mungkin kritik rakyat kecil tak ubahnya buih yang tak berarti. Tapi setidaknya kita tidak bosan untuk terus menghidupkan suluh perjuangan.

Rakyat sudah lama merindu akan bayangan kesejahteraan. Di mana pendidikan adalah pilar utama, kesehatan merata dan keamanan adalah aplikasi nyata. Pemuda tak lagi menangisi kenyataan nasibnya. Atau juga anak-anak yang bergembira karena dunia begitu hangat. Semua hanya bisa tercipta dari pemerintah yang hadir dan masyarakat yang terlibat. Bukan oleh segelintir orang atau kelompok. Jika kritik keras tak didengar kita tidak berhenti, justru akan lebih kencang lagi. Karena bangsa ini tak kehabisan narasi untuk melawan yang memang perlu dilawan.[]

2 Muharram 1447 H

the woks institute l rumah peradaban 28/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...