Langsung ke konten utama

Membaca Yunus Merapal Zaman





Woko Utoro 

Dalam sebuah kesempatan Mbah Nun mengajak kita mentadabburi peristiwa dimakannya Nabi Yunus oleh ikan Paus (baca : Nun). Kata Mbah Nun, dari Nabi Yunus kita belajar tentang era saat ini. Di mana orang kecil seperti kita harus rela terlempar dari perahu sejarah. Salah satunya karena ulah kita sendiri. Mbah Nun mencontohkan dalam konteks demokrasi di Indonesia terutama masa 5 tahunan.

Kita abai dalam mencetak pemimpin yang adil. Pemimpin yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Salah satu ulah kita adalah selalu mau dibeli suaranya demi amplop politik. Akibatnya kita sendiri yang harus menerima konsekuensinya. Kita tercebur ke laut dan harus berusaha sendiri menggapai pantai. Kita dipaksa berenang susah payah dan menghapi gelombang. Sayangnya belum juga sampai ke bibir pantai kita sudah ditelan ikan Paus. 

Ikan Paus ini tak lain adalah simbol masalah besar akibat ulah kita sendiri karena tidak selektif memilih pemimpin. Tidak hanya soal itu kita juga tidak mau belajar tentang pengalaman masa lalu. Kita terlalu sibuk demi kepentingan sesaat. Kita mudah terlena dan tidak memiliki prinsip, menjadi manusia otentik. Seharusnya kita fokus untuk masa depan yang lebih panjang. Masa di mana esok tak akan bisa kita jangkau.

Walaupun begitu tentu kita sadar saat di dalam perut ikan untuk melafazkan "Subhanaka Inni Kuntum Minadzalimin" sungguh maha suci Allah dan kita adalah hamba-hamba yang dzalim. Intinya bahwa seberat apapun masalah pasti ada jalan keluarnya. Setiap penyakit pasti ada obatnya. Itu janji Allah yang memang selalu sayang kepada hambanya. Maka dari itu jangan bosan-bosan untuk menyebut dan kembali kepada-Nya.

Di era globalisasi ini kita juga tentu merasakan betapa beratnya hidup. Terlebih lagi mereka yang dikalahkan oleh sistem. Mereka yang tidak beruntung dalam kerja dan usaha. Mereka yang selalu gagal dalam karier dan nasib. Atau apapun itu yang jelas semua akan ada jawabannya. Terpenting jangan ragu karena selalu ada kekuatan di luar diri kita. Manusia adalah mahluk yang dhaif dan lemah. Maka selayaknya untuk berpegang teguh kepada Allah. Hanya kepada Allah lah kita bisa berharap dan memohon keselamatan. Bagaimanapun keadaannya zaman kita hanya perlu bersandar kepadaNya. Dan memang hanya Dia perahu yang akan menyelamatkan kita hingga ke dermaga.[]

the woks institute l rumah peradaban 29/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...