Langsung ke konten utama

Kita Tidak Sendiri





Woko Utoro 

Yang sering jadi problem mental manusia sebenarnya bukan kesendirian tapi kesepian. Sendiri berarti gambaran atas kondisi sosial. Sedangkan sepi adalah ilustrasi atas kondisi batin. Dari problem itulah akhirnya melahirkan beragam cara pandang. Salah satunya kita dihantui untuk merasa gagal dan tak berdaya. Padahal hakikat hidup kita tak pernah sepi apalagi sendiri.

Sejak di lauh mahfudz ke alam rahim, turun ke dunia hingga istirahat di barzakh dan pulang ke akhirat kita selalu ditemani Allah SWT. Karena esensinya kita memang berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepadanya. Jadi kita ini bukan hanya berasal dari Allah SWT tapi memang bagian dari tubuhNya. Maka dari itu jangan selalu berkata saya sendiri, saya kesepian. Berkatalah saya bersama Allah SWT, Dia yang akan membantu saya dan memang akan kembali kepadaNya.

Alasan lain mengapa kita tidak sendiri adalah untuk selalu menyapa. Terutama sapaan ketika kita shalat. Misalnya kita dianjurkan ta'dhim pada tiga posisi sewaktu shalat yaitu : Pertama, saat do'a iftitah pada bagian "inni wajjahtu, wajhiya...". Seolah di sini kita memang sedang menghadap kepada sang maha kasih. Yang kasihnya tiada batas. Yang kasih sayangnya tak pilih kasih.

Kedua, saat membaca surah Al Fatihah pada kalimat, "Iyyaka na'budu, wa Iyyaka nasta'iin...". Di sana kita juga tengah diajarkan oleh Allah SWT lewat Nabi Muhammad SAW agar hanya bergantung kepadaNya. Karena tak ada lagi dzat yang dapat menyelamatkan selain Allah SWT sang maha indah. Ketiga, saat duduk tasyahud akhir pada kata, "Assalamu Alaika Ayyuhan Nabiyyu...". Di sinilah kita bersyukur kepada Allah SWT lewat Kanjeng Nabi Muhammad SAW atas nikmat iman Islam. Sehingga dengan segenap penghormatan kita haturkan kepada junjungan alam melalui salam tersebut.

Jadi intinya sederhana bahwa kita tidak sendiri. Kita justru selalu ramai bersamaNya. Itu pun syaratnya kita harus ingat Dia. Jika tidak ingat ya Dia akan melupakan kita.[]

the woks institute l rumah peradaban 22/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...