Woko Utoro
Beberapa kali saat mahasiswa menyampaikan kritik para pejabat langsung panas. Kasus terbaru ada 3 mahasiswa yang diringkus ketika menyampaikan kritik pada Wapres RI Gibran Rakabuming saat kunjungannya ke Blitar. Saat ditanya wartawan bagaimana tanggapannya. Para pejabat menjawab singkat, "Tolong sampaikan kritik dengan penuh etika".
Bolak-balik saat rakyat ada kekurangan maka etika yang selalu jadi alasan. Padahal ketika pejabat korupsi dan menggunakan kekuasaan dengan sewenang-wenang mereka melupakan etika. Para pejabat lupa bahwa etika hanya berlaku saat stabilitas benar-benar dijalankan. Bagaimana mungkin etika diterapkan terutama dalam kritik jika kekuasaan bungkam. Mana ada teori etika dijalankan jika supremasi hukum dipermainkan. Tidak ada. Yang ada hanya melawan sambil terus berharap pada janji politik semu.
Rakyat sudah bosan. Rakyat sudah lelah menunggu. Rakyat sudah kenyang dibohongi. Atas nama etika rakyat hanya dipaksa menunggu terlalu lama. Padahal rakyat hanya mempertanyakan bagaimana kabarnya janji politik saat kampanye dulu. Rakyat hanya butuh jawaban. Tidak lebih. Syukur-syukur pejabat sadar bahwa kompensasi atas janji-janji adalah bukti.
Ingat bahwa kritik ditujukan hanya sebagai kontrol sosial. Kritik bahkan dalam agama pun adalah keharusan. Karena relasi kuasa dan rakyat ibarat dua orang sahabat. Dan sahabat yang baik adalah memberikan kritik yang membangun untuk sahabatnya. Jika kritik dimaknai sebagai musuh maka relasi kuasa memang tengah disharmoni. Lebih lagi jika kekuasaan mencurigai rakyat yang seharusnya dibelanya. Sekarang bagaimana kritik bisa didengar untuk kekuasaan yang katanya demokratis. Tak ada cara lain selain suarakan terus walaupun rakyat sering dituduh, anti demokrasi, tidak Pancasilais dan tidak sabar menunggu proses?
2 Muharram 1447 H
the woks institute l rumah peradaban 28/6/25

Komentar
Posting Komentar