Langsung ke konten utama

Santri Ngutil





Woko Utoro 

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan tamparan keras dari tetangga, atau dalam bahasa anak milenial kena ulti. Ultimatum tersebut berkaitan dengan salah satu teman kami yang ngutil di salah satu acara tasyakuran haji. Ngutil adalah praktik culas berkaitan mengambil sesuatu hal remeh tanpa sepengetahuan orang.

Tetangga kami tersebut marah sekaligus menegaskan jika praktik ngutil itu jangan dilestarikan. Praktik ngutil dalam bentuk apapun walaupun sekadar mengambil jajan seperti pisang, kurma, kacang atau kerupuk adalah hal yang buruk. Kecuali dipersilahkan oleh tuan rumah barulah kita boleh mengambilnya. Mengapa hal itu jadi warning? karena berkaitan dengan etika.

Kata tetangga kami, apa sih pentingnya ngutil makanan tersebut. Padahal makanan tersebut akan jadi t41 tapi dampaknya jadi omongan tetangga. Lebih jauh lagi jika jadi karakter maka akan sangat merugikan diri sendiri. Ngutil itu bukan sekadar praktik guyon biasa. Tapi bisa lebih jauh dari itu bahkan merupakan bentuk korupsi yang dianggap biasa. Sesuatu yang dianggap biasa dalam bentuk apapun akan berbahaya.

Seharusnya santri sadar untuk menahan diri. Seolah ngutil itu adalah bentuk kemiskinan. Jadi orang ngutil dianggap kere dan tak pernah tau pendidikan. Padahal dalam kitab banyak dijelaskan untuk makan yang terdekat di antara kamu. Makan seperlunya, secukupnya dan sewajarnya. Jangan sampai ngutil dan kita dianggap tak beretika. Makanlah yang dipersilahkan bukan berdasarkan emosi kita. Terlebih lagi ngutil hanya melanggengkan praktik serakah dan tak pernah cukup. Padahal Islam jelas bahwa yang dilihat orang adalah adab atau etika mu bukan seberapa ilmu atau gelar mu. Sungguh akhlak di atas ilmu dan itu yang harus diperhatikan setiap santri.

Ngutil dalam bentuk apapun tidak boleh ditoleransi. Mungkin awalnya nampak sepele karena hanya hal kecil. Tapi lambat laun bisa mencederai terutama kelompok atau instansi. Harusnya kita segera sadar bahwa mengambil milik orang lain sekecil apapun adalah tindakan tak terpuji.[]

the woks institute l rumah peradaban 16/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...