Langsung ke konten utama

Jangan Tergesa-gesa







Woko Utoro 

Orang tua sering bilang, "Nak, kalau makan jangan tergesa-gesa nanti keselek". Kadang atas pernyataan itu kita tak menghiraukannya. Kita justru malah makin cepat dalam makan dengan alasan lahap, lapar atau telanjur nikmat. Jadilah apa yang disebut tersedak dan siapa yang paling panik selain orang tua. Hal itu merupakan gambaran atas kehidupan di dunia ini.

Ada ungkapan bahwa tergesa-gesa itu tabiat syeitan. Sehingga kita diperintahkan untuk tetap tenang, hati-hati dan fokus. Tergesa-gesa itu identik dengan ceroboh, panik dan rakus. Dalam hal apapun bahwa yang dipesan orang tua memang selalu benar. Kita diajarkan untuk hidup dan menikmati proses. Tak peduli orang berkata apa yang jelas hidup itu menikmati. Seperti halnya makan yaitu bukan kecepatan tapi kenikmatan.

Sekarang sudah banyak contoh di luar sana orang-orang yang tidak menikmati indahnya hidup. Hidup jadi penuh tekanan dan selalu diburu waktu. Padahal sejak dulu waktu dan kesempatan selalu tersedia begitu lapang. Hanya kita saja yang melakukannya dengan tergesa-gesa. Akibatnya ada banyak segmen kehidupan yang kita lewatkan. Hidup jadi berpedoman pada apa kata orang. Orang sudah inilah, itulah. Di sanalah kadang kita mudah terpengaruh. Akhirnya hidup demikian akan begitu melelahkan.

Hidup apa kata orang hanya membuat kita kehilangan diri sendiri. Kita tak akan kenal visi misi untuk apa tujuan hidup. Padahal tujuan hidup bukan untuk bahagia apalagi tergesa-gesa. Tujuan hidup hanyalah menghamba. Tak ada lain cepat atau lambat setiap proses orang pasti berbeda. Maka dari itu hidup bukan kompetisi balapan. Tapi hidup itu berproses, merangkak, berjalan, berlari dan seterusnya. Nikmati saja prosesnya apa guna tergesa-gesa jika pada akhirnya tetap sampai. Ingat tak ada yang lebih berharga dari panjangnya perjalanan selain keselamatan.

Keselamatan adalah hal yang menjadi tujuan. Mungkin awalnya melelahkan tapi jika dinikmati, sedikit demi sedikit lambat laun jadi bukit. Sederhana saja jika perjalanan jauh maka membutuhkan bekal. Salah satu bekal itu akan kita gunakan ketika jiwa butuh rehat. Maka dari itu hidup ini pun hanya butuh rehat sejenak sambil minum kopi lalu berangkat kembali menuju muasal. Di sanalah tujuan akhir yang mana diperoleh dari langkah di awal.[]

the woks institute l rumah peradaban 20/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...