Langsung ke konten utama

Menjadi Baik dan Bermanfaat





Woko Utoro 

Menjadi baik saja tidak cukup. Kita harus bermanfaat. Kata Mbah Sahal Mahfudz, menjadi baik itu mudah dengan hanya diam. Sedangkan menjadi bermanfaat itu perlu perjuangan. Menjadi baik itu tidak ujug-ujug dan memang perlu penempaan. Menjadi bermanfaat pun butuh pengorbanan.

KH Haris Shodaqoh menjelaskan bahwa jadi baik dan bermanfaat haruslah sepaket. Tidak boleh hanya baik saja dan atau bermanfaat saja tapi dari sesuatu yang tidak baik. Artinya jangan sampai kebaikan atau kebermanfaatannya rapuh. Di luar nampak menawan sedangkan dari dalam ternyata mengandung tipuan. Terlebih di jaman medsos kebaikan, keburukan, kebermanfaatan atau citra sudah campur aduk dan sulit dibedakan.

Kata KH Haris Shodaqoh, tidak usah khawatir orang baik selalu menemukan kebaikannya. Karena kebaikan itu mekar. Termasuk tak usah khawatir bahwa menjadi bermanfaat pasti akan terhormat. Karena menjadi bermanfaat itu adalah titah agama. Sehingga jadilah orang yang keberadaannya diharapkan oleh orang lain. Jangan sebaliknya menjadi orang yang dihindari oleh orang lain karena kita tak memberi kebermanfaatan.

Orang yang kehadirannya hanya menebar teror maka tak akan menemukan keberkahan. Hidup selamanya selalu dipenuhi rasa curiga. Bahkan orang lain selalu waspada jika ada tipe orang semacam ini. Karena orang semacam ini bukan teman tapi musuh.

Maka dari itu jadilah cerdas dengan ilmu. Jadilah orang yang alim soal ilmu agama, niaga, ilmu berpikir, dan mengelola masyarakat. Jangan sampai jadi orang yang jahil (bodoh). Karena hidup dengan orang bodoh itu melelahkan. Ibarat pepatah jangan menaiki Banteng dari depan maka kamu akan disruduk. Jangan naiki kuda dari belakang maka kamu akan dijentil (hempasan). Tapi naiki hewan itu dengan teknik, dengan pengetahuan dan bukan emosi. Ciri orang bodoh adalah mudah emosi tanpa berpikir. Sedangkan orang baik bisa dilihat dari ketulusannya.[]

the woks institute l rumah peradaban 12/6/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...