Langsung ke konten utama

Renungan Sebagai Metode Penyembuhan




Woks

Kemarin di saat kami mengikuti kegiatan outbound bersama siswa kelas 5 SD Islam Al Azhaar Tulungagung, di sana terdapat satu sesi acara bernama jerit malam. Acara tersebut yaitu beberapa peserta diminta untuk berjalan di tengah kegelapan yang di sana hanya terdapat sebuah lilin. Hingga usai di ujung jalan akhirnya peserta akan dikumpulkan dalam sebuah emperan rumah dan kebetulan cukup luas yang sebelumnya mereka diminta untuk membacakan beberapa surat pendek. Di momen itulah sesi renungan malam dilakukan. Saya melihat Ustadz Edi Suryanto melancarkan aksinya dengan menceritakan tentang anak jalanan.

Ustadz Edi mengisahkan kepada peserta bahwa apa yang dilakukan malam itu merupakan satu cara agar timbul keberanian salah satunya menghadapi gelapnya malam. Walaupun pada akhirnya ada yang menangis histeris karena takut beberapa peserta pun ditenangkan. Ustadz Edi yang piawai mengolah kata menambah deru tangis peserta ketika renungan dilangsungkan. Pasalnya beliau memberikan gambaran bahwa tidak enak jika posisi kita serupa anak jalanan.

Kata Ustadz Edi, bagaimana jika nasib kita yang serba kecukupan, tidur berbantal kasur empuk, makan enak, uang jajan dari orang tua serta fasilitas mewah lainnya harus ditukar dengan nasib anak jalanan? Pastinya kita tak bisa membayangkannya. Percis seperti penggalan syair Bang Haji Rhoma Irama, "Langit sebagai atap rumahku/Dan bumi sebagai lantainya/Hidupku menyusuri jalan/Sisa orang yang aku makan. Jembatan menjadi tempat perlindungan/Dari terik matahari dan hujan/Begitulah nasib yang aku alami/Entah sampai kapan hidup begini".

Maka dari itu kita wajib bersyukur atas nikmat dari Allah tersebut. Ustadz Edi hanya ingin mengajak membuka pikiran peserta bahwa syukur itu wajib atas segala nikmat baik itu yang pahit maupun nikmat kecukupan.

Para peserta diajak oleh beliau bagaimana nasib anak jalanan yang tidur berbantal koran, makan serba kekurangan, hidup di bawah atap jembatan. Pastinya kita masih lebih untung dari mereka. Akhirnya dari kisah itu peserta menyadari apa yang seharusnya mereka lakukan. Ustadz Edi menambahkan agar peserta bersyukur, tolong menolong dan tentunya rajin belajar.

Apa yang dilakukan Ustadz Edi tentu mengingatkan saya tentang renungan, motivasi yang dilakukan mayoritas motivator. Secara diksi kata percis dengan penggunaan Neuro Linguistic Program (NLP) dalam sebuah teknik sugesti. Maka dari itu kemampuan tersebut sama halnya dengan hipnosis, seni menidurkan atau konseling kelompok yang menyebabkan pesertanya menangis karena terbawa arus kata-kata.

Demikianlah renungan jika dicermati bisa menjadi teknik pelepasan emosi. Dampaknya adalah dapat menenangkan dan seolah seperti obat dengan dosis sedang cukup membuat pesertanya terhanyut, istilah psikologinya adalah flow. Walaupun efek renungan tersebut sementara akan tetapi hal demikian cukup efektif bagi sebagian orang khususnya mereka dengan tingkat fokus yang baik. Ketika fokus sudah terkena sugesti maka akan sangat mudah diberikan intervensi berupa perintah-perintah kebaikan. Hal inilah yang juga dimanfaatkan sebagai metode indoktrinasi agar orang menurut untuk melakukan perintah dari trainernya.

Dengan merenungi kehidupan harapannya peserta dapat membuka diri atau setidaknya mereka memahami di mana posisinya. Dengan begitu kita meyakini bahwa peserta akan mudah dikonstruk untuk menjadi lebih baik. Renungan barangkali hanya akan mengenang atau mengulang masa lalu. Akan tetapi lewat renungan itu setidaknya kesembuhan berupa kesadaran bisa tercapai. Seseorang akan mudah mengingat apa yang dilakukan dan bukan apa yang dikatakan. Memang renungan hanya bersifat konstruktif sedangkan kelanjutan berupa rekonstruksi adalah ada pada diri sendiri.[]

the woks institute l rumah peradaban 24/7/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...