Langsung ke konten utama

Mentoring Menulis 4 Bersama Santri Subulussalam Tulungagung




Woks

Mentoring menulis sudah memasuki sesi ke-4 waktu yang tentunya sangat singkat. Saya sebenarnya sudah prediksi sejak kemarin bahwa pada sesi ini jumlah peserta akan berkurang. Ternyata benar saja peserta pelatihan menulis tinggal menyisakan beberapa orang.

Miskomunikasi terjadi karena adanya Ngaji Kebangsaan bersama Gus Kautsar di kampus. Sehingga sebagian peserta santri memilih hadir ke sana dari mengikuti pelatihan. Akan tetapi hal itu tidak menyurutkan niatan kami para mentor untuk terus membimbing peserta. Alhamdulillah juga beberapa di antara mereka masih istiqomah dan setia mengikuti pelatihan menulis.

Dalam sesi ke-4 nan singkat itu saya hanya menjelaskan hal-hal yang penting berkaitan dengan web menulis yaitu Alif id dan bagaimana membuat pendahuluan nan memikat. Saya menjelaskan bahwa pendahuluan itu memiliki 2 garis besar yaitu menjawab pertanyaan dan memicu otak berpikir kritis. Setelah itu semua barulah ada penjabaran yang saling berkorelasi antar paragraf.

Saya juga menjelaskan bahwa untuk membuat pendahuluan harus menyusun lead yang menggugah. Lead menarik tersebut terdiri dari gaya ringkasan, bercerita, deskriptif, kutipan, dan penggoda. Setelah itu sebelum menyusun pendahuluan bertanya pada diri sendiri apakah sudah memuat unsur menarik atau belum. Lalu diskusikan tema apakah yang ingin ditulis bisa menarik hati pembaca. Terakhir menguasai transisi penulisan dengan memperhatikan setiap paragrafnya.

the woks institute l rumah peradaban 20/11/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...