Langsung ke konten utama

Ayam dan Kambing Ikut Santunan Yatim Piatu





Tulungagung, NU Online Jatim
Pada Selasa (31/7/24) Pengurus Ranting NU Plosokandang bekerjasama dengan pemerintah Desa Plosokandang menyelenggarakan santunan anak yatim piatu sekaligus peringatan tahun baru Islam 1446 Hijriyah. Acara yang diselenggarakan di Lapangan Voli Mbah Agung Desa Plosokandang tersebut ada yang menarik perhatian yaitu adanya ayam dan kambing.

Adanya hewan ternak tersebut dibenarkan panitia. Menurut Ahmad Jazuli (35) santunan anak yatim piatu di Desa Plosokandang selalu mendatangkan hewan ternak yaitu ayam dan kambing. "Benar bahwa ayam dan kambing tersebut sebagai simbol modal usaha yang diberikan donatur untuk anak-anak yatim", terang Jazuli. 

Jazuli yang sekaligus ketua Tanfidziyah Ranting NU Plosokandang memberi keterangan bahwa kambing dan ayam tersebut akan diberikan kepada 55 anak yatim piatu se-Plosokandang. "Jadi di kami itu selain uang saku anak-anak yatim juga diberikan masing-masing 2 ayam dan 1 ekor kambing betina", pungkasnya. 

Adapun uang saku dan hewan ternak tersebut berasal dari swadaya masyarakat dan para dermawan. Kata Jazuli kebetulan hasil swadaya masyarakat beberapa minggu terkumpul dana sekitar 200 juta rupiah. Dana yang terbilang besar untuk desa kecil dekat UIN Tulungagung tersebut. 

Kang Juli sapaan akrabnya menepis jika hewan ternak tersebut ikut mengaji. Sambil terkekeh Kang Juli mengatakan "Ya, jadi itu hanya ungkapan masyarakat saja. Maklum kan suka guyonan jadi jangan dianggap serius". 

Adanya hewan ternak tersebut memang bukan mengaji laiknya jamaah. Melainkan sebagai simbol yang diberikan kepada perwakilan anak yatim piatu. Harapannya agar hewan ternak tersebut dipelihara dan dapat dikembangbiakkan. Secara teknis penyerahan hewan ternak plus uang saku diberikan langsung oleh kepada desa Plosokandang di depan panggung pengajian. []


Kontributor Magang NU Online:
Woko Utoro

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus.

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan