Langsung ke konten utama

Istighfar




Woko Utoro

Suatu hari penjual roti pulang ke rumah selepas jualan sedari pagi. Seperti biasa ia lepas dari istighfar dan pergi ke masjid. Kebetulan di dekat rumah ada masjid berdiri megah.

Suatu saat dalam rutinitas itu ia mendapati kegaduhan dari arah masjid. Padahal pada saat itu waktu sudah malam. Kegaduhan tersebut yaitu terjadi pengusiran seseorang bernama Imam Ahmad bin Hambal oleh pengurus masjid. Kata pengurus masjid tidak boleh ada orang menginap sekalipun musafir. Imam Ahmad bin Hambal pun tak bisa memaksa dan akhirnya memilih pergi.

Dengan terus beristighfar si penjual roti menghampiri. "Tuan ada apa, mengapa anda diusir dari masjid", tanya penjual roti. Imam Ahmad bin Hambal menjawab, "Iya, karena saya tidak diperbolehkan menumpang singgah di masjid tersebut. Padahal hari sudah malam dan saya membutuhkan tempat menginap barang semalam saja".

Baik pengurus masjid maupun si penjual roti belum sadar dan mengenali dengan siapa mereka berinteraksi.

Singkat kisah si penjual roti menawarkan kepada musafir itu untuk singgah di gubuknya. Kendati tidak enak hati karena gubuknya sederhana tapi akhirnya musafir tersebut menerima tawaran tersebut. Akhirnya mereka pun sampai di rumah si penjual roti. Sang musafir pun beristirahat dengan nyaman di rumah penjual roti.

Dini hari ketika sang musafir bangun untuk qiyamullail, ia mendengar si penjual roti sudah sibuk menyiapkan segala sesuatu baik untuk tamu maupun bahan membuat roti. Nampaknya tidak ada yang aneh dari si penjual roti. Akan tetapi sejak awal bertemu si musafir heran karena penjual roti selalu melafadzkan istighfar.

Si musafir iseng saja bertanya, "Tuan sejak awal aku bertemu engkau ada satu hal yang ingin ku tanya. Mengapa engkau selalu melafadzkan istighfar. Apa yang engkau harapkan dari lafadz itu?".

Kata penjual roti, "Iya tuan. Dengan istighfar ini aku berwasilah memohon kepada Allah SWT akan hajat-hajatku dan semua dikabulkanNya. Tapi hanya satu permohonan ku yang belum dikabulkan". Sang musafir pun tersontak kaget, "Apakah gerangan tuan yang kau pinta?"

Aku ingin bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal yang alim alamah itu, kata penjual roti. Tanpa banyak kata si musafir itu mengatakan bahwa doanya langsung terkabul. Bahwa ia adalah Imam Ahmad bin Hambal yang selama ini dicari. Akhirnya di sana mereka menangis dan saling berpelukan.[]

the woks institute l rumah peradaban 25/8/24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus.

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan