Langsung ke konten utama

Ngopi dan Kebersamaan




Woko Utoro

Kemarin saya dan beberapa teman berkumpul di sebuah warkop. Di sana kami bertemu untuk sekadar berbagi kabar. Termasuk bertemu dalam rangka silaturahmi. Pertemuan itu serupa kopdar bagi para pegiat literasi. Atau muktamar kerinduan sebuah forum untuk berbagi tawa dan kisah-kisah bagi pemuda kesunyian seperti saya. 

Di sana kami berbincang hangat seputar kuliah, gaya hidup dan pekerjaan. Tapi poin utama pada dunia kampus yang penuh dengan perjuangan. Di sana satu persatu saling menceritakan kisah selama ini baik saat di kampus maupun pondok dan kos-kosan. Tentu setelah itu kami saling sharing dan menanggapi aktivitas yang telah dilewati. 

Pertama, bagi mahasiswa yang memilih kuliah sambil kerja jangan coba-coba untuk tidak memperhatikan waktu. Jika dua aktivitas fisik dan pikiran diporsir tanpa manajemen waktu yang baik maka bersiaplah anda akan kalah oleh salah satunya. 

Kuliah nyambi kerja nampaknya keren. Seolah kita begitu mandiri, berdaya secara ekonomi. Faktanya hal itu hanya omong kosong. Banyak contoh orang yang kuliah nyambi kerja biasanya kuliahnya kalah. Dalam hal ini aktivitas akademik selalu kalah oleh pekerjaan yang menguras waktu dan tenaga. Belum lagi saat diburu tugas maka tak ada cara lain selain seadanya, semampunya, atau bahkan jalan pintas copas hingga joki. Jika sudah demikian maka perkuliahan menjadi tidak menarik. 

Dunia kerja menjanjikan keuntungan. Memang demikian prinsipnya. Sedangkan dunia akademik menjanjikan masa depan, tapi konteknya jangka panjang. Anda pasti tahu orang bermental mencari kerja dengan bekerja untuk menunjang perkuliahan itu sangat berbeda. Untuk orang-orang dengan mental kerja sebagai penunjang kuliah pastinya sudah sangat mengerti bagaimana resiko membagi waktu antara kuliah dan kerja. Sedangkan mental mencari kerja akan sangat mudah terlena apalagi jika sudah mampu memegang uang. 

Kedua, pilihan berorganisasi itu penting tapi hanya sekadar penunjang. Organisasi juga bisa menjadi penunjang skill atau bisa jadi penghambat di bidang akademik. Maka organisasi itu hanya sebatas pembelajaran di luar perkuliahan. Seperti diketahui bahwa ada pengetahuan yang hanya bisa diperoleh melalui organisasi. Maka dari itu bagi mereka yang ingin mendapatkan pengetahuan lebih organisasi salah satu alternatif untuk diikuti. 

Ketiga, ada ungkapan jangan suka pilih-pilih teman. Semua teman itu sama. Ungkapan tersebut seolah benar padahal kurang tepat. Faktanya bahwa memilih teman itu penting. Karena tidak setiap teman mampu menunjukkan ke jalan kebaikan. Sebab ada ungkapan lain bahwa untuk melihat siapa anda maka lihatlah dengan siapa anda berteman. Jadi memilih circle pertemanan itu penting dan jangan dianggap remeh. 

Keempat, jika ada permasalahan jangan dipendam sendiri. Kita harus rajin berkomunikasi untuk sama-sama memecahkan masalah. Kita juga harus mengerti bahwa permasalahan kadang membuat orang jadi dewasa. Permasalahan membuat seseorang berpikir tentang bagaimana sikap dan pemecahannya. 

Kelima, seberat apapun masalah selalu lah bersama. Karena dalam kebersamaan kita tak akan merasa sendiri. Dalam kebersamaan selalu menyuguhkan pencerahan. Kebersamaan membuat seseorang menjadi kuat dan bertahan. Salah satu kebersamaan tersebut bisa diperoleh lewat tradisi ngopi. []

the woks institute rumah peradaban 26/8/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus.

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan