Langsung ke konten utama

Para Hatter Kecil

Woks

Dasar kamu anak jelek, kamu bau, culun, lemah, payah dan umpatan lainya. Mungkin pernah kita dengar saat masa kanak-kanak dulu. Bahkan sampai hari ini pun anak-anak masih terus mewarisinya sebagai sebuah siklus yang menjadi PR bersama. Sebenarnya tidak hanya kata-kata yang kita dengar, tapi juga tindakan yang tentu mengganggu pandangan kita.

Tindakan tersebut diantaranya membully, mengejek, menghabisi sampai menangis bahkan narasi sarkas itu membrondongnya. Ia tak bergeming bahkan sampai pukulan tangan itu menghantam masuk ke dalam perutnya. Memar merah wajah babak belur. Kekerasan di mana-mana bahkan sampai darah bercucuran. Mereka selalu berkongsi dengan teman yang lainya untuk selalu jahat. Peran antagonis selalu diproduksi, superioritas selalu mengalahkan yang inferior. Tapi sayang mereka tak mampu untuk duel, singel, satu lawan satu. Mereka beraninya keroyokan dan itulah tipikal anak-anak yang tak memiliki keberanian alias cemen. Ironinya tipikal keroyokan, main hakim sendiri dan maunya menang sendiri juga dihadirkan oleh orang dewasa.

Narasi kebencian anak-anak telah terlahir sejak mereka mengenal lingkungan. Terutama dari yang terdekatnya yaitu orang tua, tetangga dan kini terhampar luas melalui media. Orang tua dan tetangga merupakan role model terdekat yang anak amati sehari-hari. Maka pantas jika anak-anak mudah mengimitasi apa yang dilakukan lingkungan sekitarnya. Dan soal gaya peniruan itu pengaruhnya sangat besar sekali bagi perkembangan anak kedepanya.

Hadirnya media sosial semakin memperkeruh gaya peniruan anak. Termasuk dari games yang bersifat berkelahian atau gulat. Games itu alih-alih mencerdaskan kognitifnya tetapi aslinya sedang menjajah pikiran anak untuk bersikap menyerang terhadap apa yang mereka sebut sebagai lawan. Akan tetapi positifnya di dunia anak, mereka mudah untuk islah (akur) kembali jika perkelahian terjadi. Jika pun bermusuhan pasti tak berselang lama mereka rujuk kembali. Tapi kadang aku berpikir mengapa orang dewasa tak mampu mengulangi masa itu lagi untuk sekedar berdamai. Tapi memang itu hal yang sulit, sebab orang dewasa pikiranya telah berkembang.

Para hatters kecil itu harus terus diedukasi. Mereka harus selalu diberi pemahaman bahwa jika melakukan sesuatu harus mengembalikan pada diri sendiri. Jika mereka yang terkena masalah yang sama seperti si korban, bagaimana rasanya? Termasuk memberi pemahaman bahwa kebencian adalah api yang akan membakar pertemanan. Jika hal itu terjadi haruslah segera diredam dengan perdamaian melalui sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan. Termasuk juga, jika orang dewasa bertengkar harap jauh-jauh dari anak-anak agar mereka tau itu hal yang kurang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...