Langsung ke konten utama

Menjadi dia, Mungkinkah?

            (Sumber gambar canva.com)
Woks

Saya tidak bisa membayangkan jika menjadi anak berkebutuhan. Di satu sisi banyak orang yang sayang tapi di sisi yang lain ia juga korban bullyan. Yang terakhir inilah terasa begitu menyakitkan. Anak berkebutuhan selalu butuh bimbingan terutama saat mereka terjun di komunitas reguler. Mereka akan menerima kenyataan bahwa orang normal tidak selamanya baik. Masih banyak dari mereka yang belum mampu mengerti, memahami serta menahan emosi. 

Anak berkebutuhan selalu nampak inferior. Penindasan, intimidasi, hingga persekusi selalu jadi makanan sehari-hari. Alih-alih menerima keadaan pada umunya manusia normal, anak berkebutuhan malah justru mengalami kebalikan. Bagi sebagian orang kehadiran mereka begitu menjijikan bahkan tak diinginkan untuk hadir dalam komunitas mereka. Sehingga dari kasus itulah beberapa anak berkebutuhan sering melampiaskan kekesalanya dalam bentuk tangis atau pukulan. Walaupun sebagian tenaga meraka tak akan mampu membalas superiornya manusia normal.

Dalam banyak kasus itulah narasi dendam mudah lahir. Kemunculanya seolah alamiah. Seperti sebuah narasi yang diproduksi oleh badan yang kecewa. Maka pantas guyonan Joker berbunyi bahwa kejahatan adalah kebaikan yang tak pernah dihargai. Termasuk kita bisa bayangkan orang yang sedang diam, tiba-tiba diusili oleh orang lain. Pasti siapa juga yang tak tahan untuk segera menghantam mereka yang bertindak sewenang-wenang. Seperti halnya singa yang sedang diam lalu ada yang mengusiknya. Bagaimanapun juga anak berkebutuhan memiliki perasaan. Mereka layaknya orang normal mampu merasakan apa yang seharusnya di lakukan, apalagi yang membuatnya terdesak. Tapi sekuat apapun anak berkebutuhan dalam defence mecanism, mereka pasti tak akan berdaya. Orang-orang normal memang terlalu superior untuk mereka lawan.

Dari hal-hal yang kita temui dan menimpa mereka seharusnya kita semakin belajar bahwa mereka juga merupakan mahluk Tuhan. Sungguh manusia tidak bisa berkuasa atas kekuatannya sendiri. Di mana rasa empati mereka. Mengapa tidak berpikir jika mereka berada pada posisi yang sama. Mungkin memang sama dan tak jauh berbeda. Tapi inilah dunia tidak kenal kompromi, ia keras kepada siapa saja. Akan tetapi sangat lucu jika orang normal mudah menyelakai orang berkebutuhan khusus. Di mana hati nurani mereka? atau jangan-jangan mereka sengaja berbuat demikian karena memang kurang kerjaan, atau apakah mereka terkena sindrom. Entahlah, yang jelas mulai saat ini orang normal harus lebih sadar jika tidak waras berarti mereka gila.

Semoga saja masih banyak orang yang lembut hatinya, yang masih empati dengan mereka yang perlu dibantu oleh kita. Uluran tangan dan pembelaan terhadap hak-hak mereka harus dilakukan. Setidaknya memberikan pemahaman ke semua orang bahwa berbeda bukanlah aib. Justru perbedaan adalah pelengkap kehidupan. Mari jangan pernah berhenti peduli pada mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...