Langsung ke konten utama

Mengingat Al Asmaul Husna Grup Qasidah Modern BBT




Woks

Era tahun 70an akhir bahkan hingga saat ini kita akan mengingat grup qasidah legendaris Nashida Ria. Grup qasidah asal Semarang tersebut tentu membawa pengaruh besar dalam industri musik tanah air. Grup yang semua anggotanya perempuan itu telah mencatatkan sejarah di belantika musik Indonesia bahkan dunia. Lagu-lagu yang mendayu merdu sangat mudah dipahami dan diterima masyarakat. Syair-syair yang sarat makna selalu didendangkan dalam setiap acara dari mulai hajatan hingga konser besar. Salah satunya beberapa waktu lalu mereka tampil di ajang musik bergensi Synchronize Festival 2019.

Lagu-lagu yang mayoritas diciptakan oleh Drs Abu Ali Imron atau KH Bukhari Masruri tersebut kini menjelma menjadi fenomena baru. Betapa tidak lagu-lagu seperti Perdamaian, Palestina, Tahun 2000, Kota Santri dan lainya seolah menjadi jawaban atas perkembangan zaman. Beliau lewat Nashida Ria memang piawai meracik seni menjadi hiasan dakwah yang diterima oleh semua kalangan masyarakat. Saat ini Nashida Ria tetap eksis bahkan regenerasi hingga ke generasi 3. Dari sanalah Rien Djamain selalu generasi awal yang masih tersisa sangat merasa senang. Semoga ada Nashida Ria yang lain yang selalu tampil kreatif dalam meramu dakwah lewat pesan musik dan lagu. Lebih bagus lagi dengan skill qori (pelantun al Qur'an) dari setiap personilnya.

Kita mengingat sekitar tahun 2002 di BBT Mekarjaya Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu ada grup qasidah dengan nama "Al Asmaul Husna". Grup yang terinspirasi dari Nashida Ria tersebut berdiri yang diprakarsai oleh bapak Fauzi Rais atau biasa disapa Mas Joko. Awal mulanya beliau sekembalinya dari Magelang Jawa tengah membawa alat qasidah yang terdiri dari bass besar, bass kecil, 3 buah terbang, kercek, dan terbang berukurang kecil tanpa kecer (kecrek di samping berjumlah 3). Beliau membawa alat tersebut dari menggantikan milik kakaknya bersama Samrodin dengan harga 200 ribu. Hingga sampai di BBT beliau mengembangkan kesenian musik tangan (keplak) itu bersama beberapa santri yang belajar di mushola al Hikmah BBT.

Singkat cerita waktu berjalan grup qasidah tersebut berjalan dan mulai berlatih. Lalu setelah semua tabuhan personilnya kompak beliau menambahkan keyboard (organ) untuk memberi efek musik modern yang khas. Akhirnya Al Asmaul Husna pun mulai dikenal di masyarakat walaupun masih ditingkat lokal. Selain Nashida Ria di Indramayu juga ada grup qasidah terkenal yaitu grup Sholawatan Cirebonan Kanjeng Sunan yang beralamat di Kedokan Gabus, Gabuswetan. Lagu-lagu grup Kanjeng Sunan juga sering dibawakan oleh grup Al Asmaul Husna di antaranya pujian Abu Nawas, Dawuh Nabi dan Ayun-ayun Badan. Kaset-kaset mereka banyak ditemui di pasar-pasar terdekat bahkan lagu-lagunya sering dilantunkan sebagai pujian sebelum shalat.

Saat ini sudah hampir 2 dasawarsa grup Al Asmaul Husna tinggal kenangan. Karena banyak dari murid bapak Fauzi Rais yang sudah berumah tangga akhirnya grup ini pun tinggal nama. Padahal dulu ketika masih eksis grup ini menjadi magnet sekaligus pemersatu anak-anak untuk giat mengaji. Seiring berjalannya waktu semua nampak berbeda dan berubah sebelum adanya regenerasi grup ini sudah lebih dahulu hilang. Saya sempat tanya kepada Pak Fauzi mengapa grup tersebut hilang bukan bubar, " karena saya memang tidak pernah membubarkanya. Anggap saja itu seleksi alam karena banyak faktor yang membuatnya tiada", ucap beliau dengan penuh kenangan.

the woks institute l rumah peradaban 13/2/21


Komentar

  1. Jilbab putih.... suasana d kota santriii... asyik tenangkan hati.... sambil berdendang... terimakasih bang work sudah falshback ke sini,. hampir semua syair-syairnya memang luar biasa. Tulisanya keren.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...