Langsung ke konten utama
Santri-Santri Busuk



Woks

Dunia santri tidak selamanya menyuguhkan hal-hal yang indah. Dunia santri bagi sebagian orang adalah bengkel tempat menservis orang-orang yang dalam tanda kutip: bermasalah. Entah masalah apa yang jelas problematika kepribadian seperti kesadaran rendah, kemalasan, nakal, hingga crime sangat mewarnai mereka. Jadi sederhananya dunia santri yang kita sebut bermukim di pesantren tidak selamanya baik, justru di sana masih banyak kita temui berbagai ironi. Tentu faktornya bisa secara intern dari dalam diri santri atau pengaruh ekstern karena lingkungan, media, style, keinginan dan nafsu.

Saya menemukan salah satu realitas tersebut di pondok yang kebetulan saya pun berstatus sebagai santri. Mungkin ini subjektif tapi faktanya membuktikan demikian bahwa jika dibandingkan santri kini dan dulu pastinya berbeda. Jika santri dulu selalu berkonotasi pada ibadah, riyadhoh, mutholaah, hingga muamalah tapi santri saat ini jauh panggang dari api. Santri saat ini lebih asyik masyuk dengan gadgetnya. Bayangkan saja mereka untuk sekedar berjamaah tak mau, tidak bergegas adzan ketika masuk waktunya, jika mandi selalu sore dan tak tau waktu, tidur selalu malam bukan untuk berdzikir melainkan nge-game, bangun selalu kesiangan, tidak memperhatikan sekelilingnya alias tak suka bersih-bersih, tidak peka sosial ketika ada anak ingin mengaji didiamkan saja, membawa motor dengan sekarep dewe, tidak mau membersihkan perkakas makan, ngaji dilupakan, dan banyak lagi ironi lain yang membuat hati miris. Jika sudah demikian apa yang mau dibanggakan. Sungguh kesadaran memang mahal harganya kecuali jika bukan karena diri sendiri.

Jika melihat kenyataan ini saya tentu membayangkan sesuatu yang lebih luas yaitu bagaimana ke depanya. Mungkin mereka akan menyesal ketika kiai yang setiap hari membersamai dalam ngaji dan jamaah akan pergi. Mereka baru sadar ketika terbangun dari kematian sesaat. Para mafia kebebasan mungkin karena mati rasa pasti tak akan menjangkau pikiran tersebut. Sekarang berapa banyak santri yang menangis karena ditinggal kiainya mereka lupa saat-saat dulu selalu menyia-nyiakan.

Saya harus akui diri ini masih penuh kealpaan sehingga belum bisa disebut santri ideal. Akan tetapi ketika melihat kenyataan tersebut rasanya sedih ingin sekali memberi nasihat khusus pada diri dan umum buat semuanya. Jangan sampai kita menyandang predikat santri busuk alias santri yang hanya sekadar mukim tapi tidak mencerminkan kesantrianya. Justru keberadaan kita akan dinilai oleh masyarakat sehingga berkesadaran bahwa kita adalah santri itu penting. Tapi kesadaran tanpa aktualisasi sama saja bohong. Kita perlu upaya memperbaiki diri dengan dinamis bukan hanya sekadar manis dibibir tapi kenyataannya statis.

Sejak dulu saya selalu berpikir bahwa santri itu ibarat penimba di sumur yang dalam. Jika kita tidak mendapat air yang jernih setidaknya mendapat setetes air saja sudah lumayan, artinya harus ada prioritas walaupun itu kecil. Jika kita tidak mampu mewarisi banyaknya air pengetahun dalam kitab setidaknya warisan akhlak dari laku kiai bisa kita contoh. Hanya itulah yang dapat kita bawa pulang sebagai bekal perjalanan bersua masyarakat. Jangan sampai sudah berlabel santri saat terjun di masyarakat kita malah justru tenggelam dalam kenistaan. Seharusnya santri punya peran besar di masyarakat setidaknya ilmunya bermanfaat. Sehingga masyarakat akan paham bahwa pesantren output-nya adalah pencetak generasi berilmu dan berakhlak, bukan busuk dan gadungan. Tabik

the woks institute l rumah peradaban

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...