Woks
Saat pertama menginjakan kaki di kota orang seperti pada umumnya kita merasa asing. Kita dituntut segera beradaptasi dengan berbagaimacam hal mulai dari tradisi, budaya, bahasa, iklim, masakan, air, dan lainya. Keadaan tersebut tentu terasa begitu menyulitkan bahkan lambat laun menjelma menjadi beban. Akan tetapi seiring proses berlangsungnya waktulah yang menentukan seberapa jauh sikap dan tindakan seseorang dalam merespon arus gaya baru tersebut.
Seseorang bisa dikatakan berhasil ketika mereka sanggup membawa diri sendiri menjadi manusia yang terbuka secara pikiran, wawasan dan tindakan. Jika keadaan diri tidak membawa perubahan berarti proses dalam bersosial masih kurang maksimal. Seharusnya sebagai seorang perantau dalam hal ini kuliah di negeri orang tentu kemampuan adaptif sangat diutamakan. Tujuanya sederhana agar mampu merespon perkembangan dan mengelola segenap perbedaan.
Bagi mahasiswa yang aktif perbedaan dan lingkungan baru adalah tantangan tersendiri untuk dapat segera diselami. Karena mahasiswa yang keingintahuanya tinggi bisa sangat mungkin memposisikan suasana baru itu sebagai peluang dan tantangan. Berbeda dengan tipe mahasiswa yang tertutup, tidak open minded, mudah takut, dan selalu cemas dapat dipastikan mereka akan kesulitan dalam menerima informasi.
Menjadi mahasiswa tentu bukan selalu tentang intelektual, pikiran dan retorika melainkan lebih dari itu. Bukankan ilmu dan pendidikan adalah sebuah upaya agar manusia lebih beradab. Karena adab atau moralitas adalah alasan mengapa para nabi diturunkan Tuhan. Semakin kita mengerti maka semakin paham pula apa sikap yang harus dimuat dalam kehidupan.
Menjadi mahasiswa bukan malah menjadi manusia yang terasing. Manusia yang selalu ingin di atas. Akan tetapi jadilah mahasiswa yang mampu berkontribusi terhadap masyarakat. Dengan cara apapun itu mahasiswa sebagai agen perubahan tentu harus lebih dekat dengan lingkungannya. Dengan cara itulah ia dinyatakan lulus sebagai wisudawan. Maka dari itu selagi masih menjadi mahasiswa sebisa mungkin kita menempa diri lewat membaca, menulis, diskusi dan berorganisasi. Lewat cara-cara demikianlah kita akan mampu merevolusi diri sendiri untuk keluar dari kurungan zona nyaman.
Dalam proses aktualisasi sebenarnya mahasiswa mengalami evolusi sosial dalam bahasa Comte dan Spencer bahwa setiap orang akan melewati faktor biologisnya dalam tataran sosial tersebut. Dalam waktu yang lama seorang mahasiswa tentu akan berubah seiring dengan lingkungan sosialnya. Mahasiswa dari fase lugu, sering dibodohi hingga menduduki posisi tertentu itulah barangkali yang disebut aktualisasi yang terpengaruh.
Tentu dalam hal ini ragam proses mahasiswa di lingkungan sosialnya baik dalam kelas, organisasi dan minat sangat mungkin membuka kesadaran. Kesadaran inilah yang dapat menjadi jembatan untuk menghantarkan mahasiswa dalam memecahkan kebuntuan. Dengan berkesadaran penuh mahasiswa akan dipandu menuju jalan yang penuh perubahan.
the woks institute l rumah peradaban 5/2/22
Komentar
Posting Komentar