Langsung ke konten utama

Idul Fitri dan Hari Pendidikan Kita




Woks

Alhamdulillah setelah satu bulan penuh kita telah melewati ritual agung puasa Ramadhan. Sebuah ritual yang tidak sekadar seremonial melainkan laku hidup dari ajaran umat terdahulu. Bertepatan di hari ini kita merayakan hari nan fitri 1443 H bertepatan juga dengan hari pendidikan Nasional. Barangkali puasa kali ini seperti yang sudah-sudah yaitu sebagai sarana pendidikan diri.

Sebelum jauh mari berkaca diri apakah pendidikan nasional sudah baik laiknya pertanyaan yang perlu dijawab maka jawaban itu ada pada diri sendiri. Lihatlah diri ini yang penuh kenaifan adalah cerminan betapa pendidikan di Indonesia masih harus terus berbenah. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Permasalahan mulai dari sistem pendidikan, kurikulum yang tidak menentu, wacana nasional dan kebudayaan yang simpang siur, dana pendidikan yang belum teralokasikan dengan maksimal serta pemerataan pendidikan itu sendiri membuat kita terus berpikir. Mangapa pendidikan bangsa kita masih terkesan merangkak padahal secara kesejarahan bangsa ini sudah cukup memiliki modal untuk mengembangkan sumber daya manusianya.

Salah satu hal yang menjadi permasalahan besar dan itu nyata namun tidak kita sadari adalah soal tercerabutnya dari jati diri bangsa. Sama halnya dengan konsep diri pada manusia, kita kadang lebih memahami orang lain daripada diri sendiri sebagai individu, baik bagi dirinya maupun masyarakatnya. Persoalan kebudayaan sejak dulu memang menjadi topik utama bahkan sejak era Ki Hadjar Dewantara sebagai empu pertama peletak dasar dalam sistem pendidikan kita.

Polemik kebudayaan begitulah kita menyebutnya kian hari selalu tak menemukan titik. Padahal para pendahulu telah memberikan gambaran jelas arah gerak pendidikan kita ke depannya. Namung sayang seiring berjalannya waktu misi utama pendidikan selalu berubah karena pengampu kebijakan silih berganti. Di sinilah pentingnya meminang kembali pendidikan yang memiliki wawasan global akan tetapi tidak meninggalkan lokalitas.

Dengan menggenggam lokalitas berarti kita tengah berusaha terus menghidupkan jati diri. Seperti halnya diri sendiri untuk melihatnya baik atau tidak memang butuh orang lain akan tetapi pertama tanyakan diri sendiri. Demikian pula pendidikan, kita kadang melihat luar negeri nampak begitu waw padahal dalam negeri sendiri memiliki kekayaan yang luar biasa dan tak dimiliki negara lain. Maka dari itu momentum Idul Fitri ini kita tengah diajak untuk kembali mengenal jati diri. Melihat secara lebih dekat sesungguhnya dari mana kita berasal.

Mari kita bersama-sama, bersatu padu untuk terus memompa semangat keluar dari sikap inlander warisan bangsa kolonial itu. Kini sudah saatnya kita bangkit lewat pendidikan yang berwawasan luas akan tetapi tidak meninggalkan kearifan dari bangsa sendiri. Selamat Idul Fitri dan selamat memperingati hari pendidikan Nasional.[]

the woks institute l rumah peradaban 2/5/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...