Langsung ke konten utama

Ngunduh Keberkahan Lewat Sowan




Woks

Alhamdulillah beberapa hari yang lalu kami bisa menyempatkan waktu untuk sowan masyayikh Tulungagung. Semua rute dari empat penjuru mata angin sudah kami lewati ternyata ada satu rute sowan yang luput yaitu daerah Boro Kedungwaru Tulungagung.

Akhirnya kami bisa menyempatkan waktu untuk sowan KH. M. Mushoffa Hasan Pengasuh PPTQ Al Mubarokah Boro. Nama beliau sejenak kita ingat dan langsung menuju ke sana karena beliau adalah guru Qur'an kami di sekolah. Kami berempat, Aku, Pak Sukma, Pak Zul dan Pak Huda sesampainya di sana di sambut hangat oleh beliau, kebetulan di sana juga sedang ada tamu. Tamu beliau adalah seorang mualaf dengan satu anak dan ibu. Kebetulan suaminya sedang di rumah karena memang bertugas kerja jauh di Kota Bandung Jawa barat.

Dengan tamu mualaf tersebut Abah Shofa mendoakan sekaligus memotivasi semoga Allah terus berkenan membimbing keimanannya hingga akhir hayat. Karena memang nikmat iman merupakan salah satu yang terbesar dan harus disyukuri. Dalam acara sowan tersebut kami juga mendapat wejangan dari beliau yaitu berkaitan dengan silaturahmi. Kata beliau kita itu orang pilihan yang dipertemukan lewat silaturahmi. Sebuah ritual yang tidak hanya tradisi tapi sudah menjadi bagian dari ajaran Islam yang banyak keutamaan.

Kata Abah Shofa suatu ketika ada sahabat Nabi Muhammad SAW yang selalu mengeluh karena tamunya silih berganti dan berdatangan. Kata istri sahabat itu tamu hanya mengganggu saja apalagi mereka yang suka minta macam-macam. Sehingga kerepotan dalam menjamu tamu menjadi keluhan istrinya tersebut. Suatu hari tibalah Rasulullah SAW yang bertamu ke rumah sahabat tersebut dan istrinya masih dalam keadaan mengomel. Kata suaminya tolong layani tamu istimewa kita ini karena beliau adalah Rasulullah sang pemimpi umat. Mendengar hal itu istrinya bergegas menjamu Rasulullah SAW.

Setelah usai Rasulullah SAW langsung berpamitan dengan tuan rumah. Alangkah kagetnya si istri sahabat tersebut di mana tepat di belakang Rasulullah SAW banyak sekali hewan-hewan menjijikkan serta penyakit yang sepertinya berasal dari rumahnya. Dari kisah tersebut ia sadar bahwa ternyata tamunya akan membawa kebaikan sekaligus menghapus keburukan. Cerita demikian seperti halnya dalam keterangan lain yaitu dalam Kitab Wasiyatul Mustofa di mana orang bertamu itu sesungguhnya tengah membawa dosa tuan rumah lalu dibuangnya ke laut. Dalam makna lain tamu tersebut ibarat ikan Loh yang memohonkan istighfar untuk tuan rumah.

Demikianlah cerita Abah Shofa bahwa keutamaan silaturahmi itu sangat luar biasa. Karena orang bersilaturahmi itu ya butuh perjuangan serta waktu luang. Tidak setiap orang bisa melakukan titah agama tersebut. Silaturahmi juga adalah salah satu cara kulakan atau menambah usia agar seseorang dipanjangkan umurnya. Bagi tuan rumah diampuni dosanya dan bagi tamu ia akan diberkahi dan ditambahkan rezekinya.

the woks institute l rumah peradaban 21/5/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...