Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Sastra : Merawat Bahasa

Woko Utoro Pada 28 April 2025 kemarin kita memperingati Hari Puisi Nasional. Sebuah momen yang bersejarah sekaligus cara mengingatkan bangsa tentang kekuatan kata-kata. Hari tersebut kita tidak sekadar mengingat kematian Chairil Anwar. Tapi kita ingat tentang karya, perjuangan serta peninggalan dari seorang pujangga pelopor angkatan 45. Di Hari Puisi kita tidak hanya mengenang Chairil Si Binatang Jalang. Tapi mengenang arti bahasa yang bebas tanpa aturan baku. Walaupun disadari bahwa bahasa bisa mengandung unsur politik tertentu. Tapi kendati begitu bahasa menyesuaikan dengan penuturnya. Termasuk media puisi sebagai metode penyampaiannya. Di momen Hari Puisi kita diingatkan secara lebih umum sastra untuk terus dilestarikan. Karena melestarikan sastra bukan seolah mengolah kata menjadi puisi, cerpen atau novel. Tapi menentukan nasib bangsa selanjutnya. Kata Pak Sapardi, sastra bukan soal menyusun kata menjadi indah tapi memastikan bahasa tetap terjaga. Artinya bahwa bahasa tetap santun ...

Berpikir Cara Berdialog dengan Diri Sendiri

Woko Utoro  Perbedaan antara hewan dan manusia adalah terletak pada pikirannya. Manusia disebut juga hayawanu natiq atau hewan yang berpikir. Dengan pikiran manusia melampaui segala yang ada pada mahluk lain. Lewat produk pikiran manusia menjadi bernilai dan melalui moral manusia bermakna. Dewasa ini tidak setiap orang sadar bawah berpikir itu pekerjaan luar biasa. Sehingga banyak di antara kita meninggalkan kerja-kerja intelektual. Pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh kalangan pembelajar dan pastinya memerlukan perangkat berupa buku dan diskusi. Kata ulama, bertafakur tentang keilmuan lebih utama daripada shalat seribu rekaat. Berpikir tidak sekadar berfokus pada fungsi otak. Tapi proses memusatkan seluruh daya tubuh untuk merenungkan, menganalisis dan memahami pengetahuan. Berpikir berarti tanda bahwa kita ada kata Descartes Co Gito Ergo Sum . Orang yang tak lagi memfungsikan pikirannya sejatinya merupakan mayat hidup kata Syeikh Zarnuji. Maka dari itu agar kita tahu siapa diri...

Bukan Sembarang Gondrong

Woko Utoro Di tahun 2019 pertengahan saya sempat memiliki rambut gondrong. Alasannya sederhana, saya hanya ingin tampil beda. Awal mulanya dulu saya nadzar jika rambut ini akan dipangkas ketika lulus sidang skripsi. Mungkin proses menggondrongkan diri tersebut sekitar 3 bulan sebelum sidang skripsi. Alasan lain saya gondrong adalah terinspirasi dari lagu Jomblo Hina karya SMVLL. Salah satu lagi favorit kami ketika hidup benar-benar hancur. Pada saat itu saya bukan hancur karena patah hati. Tapi lebih tepatnya terkena php dari ketua jurusan Tasawuf Psikoterapi. Saya tidak ingin sebut nama beliau dalam tulisan ini. Hanya saja jika ingat momen tersebut hatinya rasanya remuk. Intinya momen itu membuat saya down. Karena sidang skripsi tidak jadi dilaksanakan di semester 7. Padahal saat itu saya mengerjakan skripsi siang malam bahkan sering lembur. Selain itu awalnya saya dijanjikan sebelum semester 8 semua proses akademik selesai dan ternyata gagal. Hingga akhirnya menepi dan menggondrongka...

Kartini Salah Arti

Woko Utoro Pada peringatan hari Kartini 21 April 2025 kemarin saya iseng tanya kepada salah seorang guru muda dan karyawan swasta. Pertanyaannya sama, mengapa tidak pakai kebaya atau batik. Bukankah Hari Kartini indentik dengan busana tersebut? Mereka menjawab, ribet mas. Bagi seorang guru kadang harus nyewa. Sedangkan bagi karyawan swasta fungsinya tidak pas atau seringnya nyrimpeti . Dari statement tersebut sejak awal saya juga sering berpikir nasib malang Hari Kartini tersebut. Hampir tiap tahun hanya diperingati sebagai euforia busana terutama batik dan kebaya. Hari Kartini masih belum dirayakan sebagai spirit aksi nyata yang memiliki esensi. Hari Kartini masih sebagai seremonial belaka tanpa menyentuh isi. Kartini hanya hidup sebagai simbol lalu menjadi ucapan selamat. Dalam pemberitaan pun tak jauh berbeda. Hari Kartini masih sebatas busana dan aksi eksebisi. Misalnya perempuan mengendarai motor cross dengan berkebaya. Masak besar, menghias tumpeng dengan kebaya dan sanggul. Mer...

Pada Sebuah Buku

Woko Utoro  Saya masih yakin buku cetak memiliki tuah daripada sumber bacaan lain. Hal itu saya buktikan dengan banyak membaca di website misalnya justru tidak bertambah pengetahuan selain sedikit saja. Saya justru merasakan sebaliknya yaitu gampang pusing dan pikiran entah ke mana. Padahal membaca di website ataupun buku digital tak lupa saya mencatat juga. Tapi anehnya seperti terjadi oksidasi alias penguapan dan mudah hilang. Memang benar seperti banyak dikatakan oleh para suhu bahwa membaca buku tidak bisa digantikan dengan apapun. Terlebih jika sekadar berselancar di dunia maya yang bersifat menggiring dan distraksi. Justru dengan rajin membaca buku kita merayakan kemajuan dengan pelan-pelan. Walaupun pelan tapi kita akan menemukan kedalaman. Sebab dewasa ini dunia berlari begitu cepat. Sedangkan setiap orang merasa perlu terburu-buru sampai. Entah apa yang mereka cari selain tujuan yang tak kunjung ditemukan. Maka dari itu membaca buku masih relevan dan solusi atas kecepatan duni...

Perempuan dan Pergerakannya

Woko Utoro  Alhamdulillah kemarin saya bersama Dompet Dhuafa Jawa Timur kembali diminta mengisi acara public speaking. Kali ini bersama SDN 2 Balerejo Kauman Tulungagung. Dalam rangka Hari Kartini tentu saya membawa tema seputar perempuan. Seperti kata Kepala Sekolah yaitu Bapak Joko, perempuan perlu diangkat terutama berkaitan peran serta kontribusi mereka untuk bangsa. Bertempat di ruang kelas IV dan V saya pun tampil di depan sekitar 50 orang siswa dari kelas 1-6. Di dampingi bapak ibu guru saya bicara banyak hal terutama seputar public speaking. Secara umum saya menjelaskan bahwa public speaking adalah keterampilan yang perlu dimiliki setiap orang. Karena komunikasi publik memerlukan sentuhan seni dan kreativitas agar menarik. Selain materi public speaking saya juga menyelingi kegiatan tersebut dengan ice breaking, menyanyi dan pastinya praktek menjadi speaker. Alhamdulillah suasana siang itu begitu hangat dan penuh tawa. Apalagi ketika ada perwakilan siswa kelas 1 yang imut beran...

Berjuang : Intisari Kehidupan

" Jika sudah terbiasa berjuang mengapa berharap ada imbalan "- Woks Woko Utoro Kata pembuka dalam tanda petik tersebut adalah intisari ketika kami sowan ke ndalem Ibu Hj. Raudlatul Jannah Mojosari. Kebetulan saya, Muhibb dan Lutfi sudah lama tak berkunjung ke rumah beliau. Mungkin terakhir adalah setahun yang lalu. Akhirnya malam Minggu kemarin kami pun bisa sowan ke rumah beliau dan melepas rindu. Ketika di sana seperti biasa kami langsung disuguhkan dengan jajanan. Kebetulan kali ini beliau memiliki usaha rumahan berupa produk Bolen Bunda. Selain itu tentu yang khas adalah wedjangan berkedok diskusi. Sebenarnya kami hanya silaturahmi dan meminta doa. Tapi tentu hal itu bisa menjadi lebih terutama ketika beliau mulai membuka perbincangan. Pastinya banyak ilmu yang bisa kami dapatkan. Sebab selain beliau orang berpengalaman juga sudah menganggap kami anak. Bagi saya dianggap anak di kota rantau adalah hal luar biasa. Seolah hati kami disentuh secara emosional bahwa antara an...

Ziarah : Rest Area Kerinduan

Woko Utoro  Saat di rumah saya mengajak adik dan ponakan untuk berziarah simbah. Kebetulan momen tersebut istimewa sebab kami datang dengan formasi lengkap. Kami datang dengan membawa doa, air dan bunga. Do'a adalah makanan utama orang yang sudah tiada. Sedangkan air dan bunga adalah simbol antara yang hidup dan yang mati tak ada bedanya. Air pertanda bahwa kita diciptakan dari unsur yang sama. Sedangkan bunga adalah kebaikan yang terus semerbak tiada tara. Bahwa antara kita hanya berbeda alam. Sedangkan soal waktu kita sama yaitu hanya menunggu giliran. Saya menjelaskan pada adik dan ponakan untuk rajin berziarah. Karena ziarah bukan sekadar berkunjung tapi perjumpaan antara alam dunia dan akhirat. Dengan berziarah kita ingat bahwa dunia sementara dan akhirat selamanya. Dunia tempat menanam dan akhirat tempat memanen. Sedangkan barzakh adalah ruang tunggu antara dua alam berbeda dunia dan akhirat. Pekuburan ibarat rest area alias tempat pemberhentian. Sedangkan ziarah adalah cara ...

Sikap Penimba Ilmu

Woko Utoro  Kita seolah tak bosan mendengar pejabat, orang kaya hingga yang ilmunya tinggi tapi arogan. Seolah tanya berucap mengapa arogansi mudah keluar dari mereka yang kita anggap pesohor. Apakah benar bahwa ilmu saja tidak cukup apalagi sekadar menunjukkan ijazah bahwa seseorang pernah sekolah. Nampaknya benar bahwa kita selalu membutuhkan adab untuk mendampingi ilmu. Gus Ulil Abshar Abdalla memberi pesan jika adab atau sikap bagi penimba ilmu kadang lebih penting daripada ilmu itu sendiri. Sebab penyakit orang berilmu adalah sombong terlebih mereka yang memiliki kuasa. Tidak aneh jika masih banyak orang bergelar, berilmu tapi masih bersikap buruk. Itu tanda bahwa ilmu dan sikap berilmu belum selaras. Maka dari itu perlu kita dengar nasihat Sayyidina Umar bin Khattab bahwa orang berilmu itu harus memiliki ketenangan (sakinah) dan kesabaran (hilm). Ketenangan dalam ilmu sangat penting agar orang tidak mudah grusa-grusu. Orang akan menimbang atas sebuah fenomena yang terjadi. Sehing...

Bukuku, Sayapku

Woko Utoro Berulang kali kita dengar bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan seberapa besar minat baca warganya. Jika membaca belum menjadi kebutuhan maka jangan berharap kemajuan dapat diraih. Ini bukan narasi ketakutan. Tapi fakta yang telah dibuktikan oleh banyak negara. Sederhana saja misalnya Finlandia dan Jepang mengapa bisa maju? karena di sana bacaan menjadi makanan harian. Di sana orang minimal wajib membaca koran setiap pagi. Dengan membaca mereka yakin wawasan pikiran mudah terbuka. Kegagalan negara adalah ketika masyarakat dijauhkan dari bacaan. Dan fenomena sistemik ini sudah diwarisi terutama sejak orde baru. Di era ini masyarakat dijauhkan dari sumber bacaan. Pemberitaan diplintir hingga pembredelan. Akibatnya masyarakat tidak kritis dan bodoh. Dengan demikian narasi informasi serta berita dibentuk oleh mereka yang memiliki data. Dalam hal ini kekuasaan pasti membentuk narasinya sendiri. Sedangkan masyarakat dipaksa bungkam dan diam. Jika saja mayoritas masyarakat sadar b...

Merenungi Batin Santri di Era Modern

Woko Utoro Dalam hal belajar seorang santri wajib untuk mengulang-ulang materi yang sudah dipelajari. Pengulangan tersebut bertujuan agar ilmu yang didapat lebih tahan lama dan bermanfaat. Tahan lama berelasi dengan waktu sedangkan santri kini lebih menitipkan ilmunya di smartphone. Sedangkan bermanfaat berkaitan dengan kondisi batin. Orang bisa saja ilmunya banyak tapi batinnya kotor maka tak akan memunculkan cahaya. Santri saat ini dan lebih lagi pelajar modern mungkin lebih canggih dan pintar tapi belum tentu bermanfaat. Sedangkan santri dulu lebih bermanfaat ilmunya walaupun sedikit. Lantas ada faktor apa sehingga terjadi ketimpangan dalam mencari ilmu tersebut. Sederhana saja salah satu faktor vitalnya yaitu berkaitan dengan kondisi batin. Mengapa harus batin? bukankan batin adalah dimensi yang sulit dimengerti. Justru itu dimensi batin bagi seorang santri adalah hal utama. Ibarat buah, saripati dan vitaminnya lebih penting daripada daging dan kulitnya. Nah, di era modern ini bany...

Makanan dan Spiritualitas

Woko Utoro  I Wayan Mustika salah seorang spiritualis menjelaskan spiritualitas dalam makanan. Baginya makanan bukan sekadar pelengkap tubuh tapi lebih dari itu. Makanan juga menyiratkan makna tertentu. Kata Pak Wayan makanan itu ada 2 yaitu yang olahan dan alami. Seperti kita ketahui apapun itu makanan akan berpengaruh terhadap kepribadian. Bahkan soal spiritualitas makanan juga tak bisa dipisahkan dalam akar budaya. Kata Pak Wayan, jika sering makan makanan olahan maka akan diolah pula pikiran kita. Misalnya dengan makanan olahan seseorang akan menentukan selera, enak tidak enak, suka tidak suka dll. Sehingga dari itu makanan akan memunculkan penilaian. Padahal enak atau tidaknya makanan semua ditentukan oleh mulut/lidah. Di sinilah kita memperlakukan pemahaman bahwa suka atau tidak, kenyang atau lapar adalah berkaitan dengan mental. Tidak salah melalui makanan seseorang bisa dinilai kepribadiannya. Misalnya bagaimana kesukaan mereka terhadap makanan, cara mendapatkan, mengolah, meng...

Digital Minimalism

Woko Utoro  Tidak terasa kita begitu sibuk di depan gawai. Terutama sejak pandemi melanda gawai adalah sahabat utama manusia. Dalam bahasa Nasida Ria, hidup dilayani mesin sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Gawai adalah istilah lain dari smartphone atau dunia dalam genggaman. Dunia yang kini mendistraksi manusia dari pergaulan sosial. Orang merasa resah ketinggalan gawai daripada ketinggalan dompet. Karena dewasa ini gawai memungkinkan semua penunjang kehidupan terwadahi. Tapi sayangnya lambat laun kita sadar terlalu lama di depan gawai membuat hidup cepat bosan dan kesepian. Di Amerika salah satu faktor terjadinya bunuh diri bukan tentang kegagalan karier atau kehilangan uang melainkan depresi dan kesepian. Mengapa orang senang berlama-lama di gawai. Itu salah satunya karena banyak orang merasa kesepian. Sehingga gawai dianggap mampu menjadi teman. Gawai jadi hal yang diutamakan daripada hal lain. Padahal Cal Newport menyebut jika kita bukan mahluk kesepian. Manusia sebenarnya hany...

Mengenang Pamit

Woko Utoro Saya atau mungkin anda punya pengalaman tersendiri seputar pamit. Sebuah kata yang bukan soal istimewa atau rasa haru melainkan perasaan yang tak bisa dimengerti. Pamit bukan sekadar minta izin atau wakil atas etika kesopanan. Melainkan sebuah kesadaran akan kedaulatan perasaan dan waktu. Saya mengenang beberapa momen pamit yang begitu menyentuh hati. Yang sebenarnya banyak momen pamit pernah saya lalui. Akan tetapi dalam tulisan ini saya akan mengenangnya tiga saja. Pertama, saat bapak kerja ke Banten mungkin sekitar tahun 2005 an. Pada saat itu saya kelas 4 SD. Sepulang dari acara perkemahan. Saat fisik benar-benar lelah. Saya mengetuk pintu dan ibu langsung menyambut. Tanpa berlama-lama ibu langsung mengabari bahwa bapak pamit untuk bekerja ke Banten. Di usia saya sebagai anak SD polos tentu pamit itu jadi hal biasa saja. Tapi beberapa menit setelah itu saya menangis terisak. Saya menggugat ibu, mengapa bapak setega itu. Mengapa bapak pamit terlalu dini. Mengapa bapak tid...

Apakah Puasa Masih Dirindukan Pasca Kepergiannya

Woko Utoro Jika bicara puasa pasti akan melahirkan polarisasi ada yang menyambut bahagia dan ada yang terasa jadi beban. Perasaan itu bisa kita lihat pasca kepergian Ramadhan. Orang-orang kembali ke settingan awal yaitu menjadi manusia yang sibuk diburu waktu. Tapi tentu statement saya akan tidak terbukti jika orang-orang sadar bahwa Allah SWT selalu menyelipkan puasa dalam detik waktunya. Puasa selalu hadir sekalipun yang wajib di bulan Ramadhan telah pergi. Puasa sunnah harian seperti Senin Kamis dan puasa Daud masih setia di antara kita. Atau bahkan kini puasa 6 hari di bulan Syawal menunggu kita untuk tidak segera gembira karena Ramadhan telah berpisah. Kita juga tak usah khawatir puasa setiap pertengahan bulan 13,14, 15 hingga hari-hari tertentu seperti Tasu'a, Asyura, Arafah, Rajab dll juga selalu setia hadir buat kita. Hanya saja kita sadar atau tidak mengapa puasa selalu hadir dalam aktivitas harian manusia. Pertama kita sadar seperti kata Eric Fromm bahwa manusia modern mu...

Menginsyafi Media Sosial Merayakan Ngaji

Woko Utoro Penyebaran informasi melalui media sosial sungguh luar biasa. Seperti saat ini siapa yang tak memiliki media sosial (medsos) dari tukang ngarit sampai pejabat semua bermedsos. Tapi jika bicara penggunaan medsos dengan bijak sepertinya belum merata. Medsos masih lahan basah terhadap hal-hal berbau negatif. Medsos masih belum dirayakan sebagai sarana belajar salah satunya ngaji. Padahal jika merujuk teori strukturasi Anthony Giddens menyebutkan jika peran aktor atau agen menjadi kunci terutama dalam penggunaan medsos. Giddens menyatakan bahwa individu bisa memahami antara struktur dan tindakan. Oleh karena itu sebenarnya medsos adalah struktur pasif dan kita lah yang menjalankannya. Termasuk beragam konten positif dan negatif semua bergantung sudut pandang individu. Terutama bagaimana mereka merespon hal tersebut dengan bijak. Sebagai Muslim minimalis tentu mengaji di media sosial menjadi alternatif. Terlepas dari kelemahannya yang jelas ngaji di medsos membuat orang membuka d...

Tradisi Lebaran di Tiga Kota

Woko Utoro Tradisi lebaran sejak dulu memang unik. Bahkan keunikannya tak ada habisnya hingga kini. Salah satunya tradisi saat halal bi halal atau dayoh ke beberapa tetangga dan saudara. Keunikan tersebut saya rasakan ketika hidup di 3 kota yaitu Indramayu, Tulungagung dan Magelang. Kebetulan saya lahir di Dampit Windusari Magelang sedangkan di Indramayu adalah masa remaja dan di Tulungagung sebagai masa pendidikan dewasa awal. Sebagai orang yang pernah hidup di 3 kota tersebut tentu saya menyaksikan sebagai antropolog lokal bagaimana cara berlebaran di sana. Pertama, jika di Indramayu lebaran itu nampak sederhana. Yaitu setelah shalat ied biasanya sebelum dan sesudah itu kita akan makan ketupat plus menu opornya. Setelah usai shalat sepanjang perjalanan kami saling bersalam-salaman. Di sini halal bi halal begitu singkat terutama di hari pertama tersebut. Biasanya baik hari pertama atau kedua orang-orang sudah berhamburan untuk nyekar ke makam keluarga. Setelah hari ke-3 orang-orang h...